Si Nidya, alias suka kolah alias patkai, alias tukang ngepet lagi online. Beberapa minggu terakhir ini dia suka sekali online malam, ntah kenapa. Beberapa waktu yang lalu aku sempat telepon dan sms dia tetapi enggak dibalas.
Waktu dia online tadi, langsung kuserobot: “napa telepon ama smsku ga kowe balas?”
“Hp ku dipake ma mama aku,” begitu katanya dengan mukanya yang bego.
Akhirnya akupun curhatlah ke dia soal bidadari ketiga. Aku bilang ke dia, “ternyata memang benar bukan aku yang “dia” suka. Aku salah paham selama ini“. Gitu aku ngomong ke dia.
Trus dia malah ngomong gini, “Yah, mungkin kek kowe juga. Dia ngrasa, yg ko maksud tu bukan dia”
Apa mungkin ya kami ini hanya saling salah paham. Kami merasa masing-masing kami menyukai seseorang yang lain padahal sebenarnya tidak. Kami hanya saling malu untuk bicara secara jujur, dari hati ke hati. Aku merasa dia menyukai orang lain dan dia merasa orang yang kusuka bukanlah dia.
Tapi aku belum berani jujur. Aku masih bercerita dengan sandi-sandi. Belum lagi inginku berkata dengan nama sebenarnya. Bahkan kadang-kadang aku lebih nyaman bercerita dengan temanku dengan tetap menyebut dia “bidadari ketiga” daripada menyebut namanya. Bergetar hati ini jika namanya kusebut-sebut, kecuali bila tanpa maksud.
Ah, mengapa semakin hari aku semakin rindu ya? Aku keinginan untuk berinteraksi namun begitu malu-malu. Tak berani menjadi yang pertama untuk menyapa. Apa sudah terlalu cinta?
Jika sudah cinta, aku pun tertunduk malu.
Aku berharap, mungkin kami salah sangka. Yang benar adanya bahwa hati kami sebenarnya saling tertaut namun kami sama-sama malu untuk menjadi yang pertama jujur.