Yang Tak Ingin Angkuh

Puteri, sungguh aku tidak ingin angkuh dalam mencintaimu. Berpikir ribuan tahun masa aku mulai mengerti aku memang bukan yang terbaik untukmu. Puteri, aku tidak ingin angkuh dalam cinta ini.

Dulu, aku ingin sekali me-monopoli-mu. Menjadikanmu bagian dari hidupku, membuatmu menyatu bersamaku. Aku ingin darahmu mengalir dalam nadiku dan darahku menjadi serta darahmu. Aku ingin nafasmu menghembus dari dua lubang hidungku dan nafasku memenuhi paru-parumu. Aku ingin kau menjadi aku dan aku adalah engkau. Aku ingin kita bagai satu jiwa yang terpisah oleh badan dan pikiran. Aku ingin engkau menutupi kekuranganku dan aku menjadi sisi positif bagimu. Sungguh puteri, aku ingin bersatu denganmu membangun masa depan dari tangan dingin kita berdua, membangun sebuah kehidupan yang didasari oleh cinta, membuah sebuah Mahakarya agung yang tiada duanya, sebuah kolosal kehidupan yang dibangun atas dasar cinta. Sungguh puteri, aku menginginkan itu.

Dulu puteri, itu dulu. Namun hingga saat ini aku masih ingin tetap menginginkan itu, karena aku mencintaimu. Namun puteri, sekarang aku mulai memahami apa makna kesabaran, apa arti bahwa cinta adalah sebuah pengorbanan. Puteri, aku belajar untuk tidak angkuh dalam memandang cinta.

Puteri, aku belajar tentang rasa sakit mendendam saat sebuah janji terlupakan. Puteri, aku belajar sebuah kelapangan dada saat hati berbicara kau tidak pernah menginginkan aku lebih. Aku juga belajar sesuatu puteri, tentang apa yang disebut air mata lelaki yang jatuh tanpa isakan dari luka hati yang amat sangat dalam. Sungguh puteri, kau adalah Guruku, kau mengajarkan sebuah cinta suci bagiku di dunia ini, sebuah cinta yang menuntut pengorbanan, sebuah cinta yang tersangkut diujung lidah untuk ditahan, sebuah cinta yang membuat aku tidak pernah mampu tidur nyenyak, sebuah cinta yang jika dia nyata maka lebih berkobar dari api neraka terpanas sekalipun. Puteri, cinta itu membakar. Sumpah.

Puteri, tahukah engkau saat aku melewati lorong-lorong kampusku aku merasa ada jiwamu di sana. Saat aku berjalan, dalam tiap kaca-kaca jendela aku merasa ada matamu di sana dan itu membuatku tertunduk kaku. Saat melewati lorong-lorong aku merasa bahwa ada engkau di tiap sudut lorong hingga membuatku mempercepat langkah kaki ini. Puteri, terkadang aku ingin bertanya “Pernahkah engkau merasa seperti yang aku rasakan ini?”

Puteri, jujur cinta membuatku belajar akan satu hal. Cinta membuatku harus bertoleransi terhadap dirimu, dia membuatku yang awal angkuh menjadi tidak angkuh. Puteri, sungguh aku amat sangat tidak sempurna. Puteri, engkau putih, cantik, pintar, dan bersahaja sedangkan aku Cuma sok cakep, sok pintar, dan sok bersahaja. Aku ini tidak seperti yang terlihat. Aku hanyalah makhluk lemah dan tak memiliki kekuatan dan tekad baja, aku ini pengecut puteri. Aku pengecut.

Saat kau menyebut nama lelaki lain, sungguh puteri aku merasa bahwa engkau mencintai dia. Sungguh mereka berjuang sungguh-sungguh untuk mendapatkan perhatianmu, mereka sungguh angkuh dan aku bisa mengerti berasal darimana keangkuhan itu. Aku pernah seperti itu puteri, dan aku selalu mendorongmu untuk memberikan mereka perhatian lebih. Saat seorang lelaki memintamu menjadi kekasihnya, aku juga menyatakan “Jadilah kekasihnya” karena aku merasa aku terlalu sederhana dibandingkan dia. Sungguh memang aku benar-benar cemburu, namun kebahagiaanmu itu yang kuutamakan. Bahkan jika ada seseorang yang meminta untuk melamarmu, aku siap puteri untuk menjadi mak comblangnya asal lelaki itu cukup syarat untuk menjadi pembelaimu. Aku tidak ingin angkuh puteri dalam mencintaimu.

Pernahkah engkau sadar hal itu puteri? Mungkin engkau mengira bahwa aku melakukan itu karena aku memang tidak pernah memiliki hati terhadapmu, namun itu salah. Aku melakukan itu karena aku amat sangat mencintamu puteri. Teramat sangat.

Puteri, ketidak-angkuhan membuatku mengerti bahwa aku harus menjadi pilihan terakhirmu, karena di dunia ini ada banyak yang lebih pantas untukmu daripada seorang aku. Puteri, aku sungguh pathetic ya? Asal demimu aku rela.

Sungguh puteri, cinta itu amat sangat membakar. Aku berharap engkau tidak akan pernah terbakar oleh cinta yang seperti ini, jangan pernah. Dan kalaupun engkau terbakar oleh cinta ini, entah mengapa dengan angkuh aku ingin engkau terbakar karenaku dan olehku. Puteri, aku menjadi semakin tidak mengerti aku.

Puteri, aku tidak ingin angkuh dalam mencintaimu. Jika suatu hari engkau bertemu seorang pria yang pantas untukmu, datanglah kepadaku. Aku akan selalu mensupportmu. Aku tidak ingin angkuh puteri, karena aku tahu aku bukanlah yang paling sempurna, aku bukan yang terbaik.

Puteri… sungguh aku mencintaimu. Amat sangat. Cinta yang amat sangat membakar.

Puteri… cukup aku yang terbakar, jangan engkau. Dan jika terbakar, jangan pernah menyesal.

Aku Yang Tidak Ingin Angkuh.

Aku Yang Sedang Terbakar.