Tiba-tiba aku merasa terkejut. Sangat terkejut. Bahwa pada kenyataannya aku ternyata sama dengan orang-orang. Aku selama ini berpikir bahwa aku berbeda. Namun, sekarang aku paham. Tidak ada yang beda. Aku pun seperti mereka. TIDAK PERNAH PUAS.
Hidup adalah rangkaian dari berjuta keinginan. Saling menjalin, mengisi, terkait, tertaut. Orang-orang merangkak dalam hidup tentang mimpi-mimpi mereka. Bahkan mereka yang telah bengkok punggungnya atau menjadi kering air mata.
Awalnya aku mengira, aku telah khatam dengan berbagai keinginan. Aku telah paham bahwa berjuta ingin yang melesak dari dalam diriku adalah segala hal yang akan menjadi semu, fana, dan habis pasti dimakan usia. Aku mengira bahwa aku telah paham tentang itu semua.
Salah! Ternyata selama ini aku salah. Rasa TIDAK PUAS itu ternyata hanya hibernate, hanya tertidur sebentar menunggu waktu yang tepat untuk kembali muncul ke permukaan. “Itu“, seperti seekor beruang yang tidur di musim dingin, atau seperti ikan-ikan yang mati suri di bawah tanah yang tandus. Menunggu hujan, lantas kembali muncul. Seperti eureka manusia lantas berkata, ikan datang dari tanah yang basah.
Bagaimana sesungguhnya dengan keinginan manusia yang tidak pernah puas itu?
Aku sering bertanya kepada diriku sendiri, kepada napsu yang menyelimutiku, kepada ego yang ingin selalu diperhatikan, kepada berjuta keinginan. Aku sering bertanya. Kepada rasa puas belum lagi datang?
Manusia, seperti umumnya, akan selalu kehausan bahkan ketika perut mereka tidak lagi mampu menampung semua beban. Manusia seperti ibarat, terus meminta punggung mereka yang rapuh untuk dijejali dengan beban. Semakin mereka ringkih, semakin beban itu bertambah, manusia semakin tidak sadar. Bagi mereka, beban-beban, berubah fungsi menjadi kesenangan-kesenangan. Padahal, kelak, nanti di akhirat, Tuhan akan bertanya, tentang semua beban yang manusia pinta.
Aneh memang, saat manusia meminta kepada Tuhan agar Dia meringankan segala beban. Di posisi yang lain, kontrasnya, manusia terus kehausan untuk memikul beban.
Manusia yang tamak akan harta. Nanti, suatu ketika Tuhan akan bertanya, dari mana engkau dapatkan seluruh hartamu itu? Dengan cara apa? Bagaimana cara engkau menghabiskannya?
Tuhan. Hari itu. Hadir dalam sosok yang selalu penuh curiga dan tanda tanya. Bertanya, terus bertanya, dan kembali bertanya, sehingga manusia kehilangan jawaban untuk setiap tanya, hingga manusia tidak lagi punya cukup aksara untuk menjawab segalanya.
Aku. Manusia. Jujur. Belum lagi puas dengan segala KETIDAKPUASAN.
Aku. Manusia. Jujur. Ternyata belum lagi khatam dengan apa yang manusia sebut TIDAK PERNAH PUAS.
Mencapai rasa puas ternyata membutuhkan lebih dari sekedar merasa. Menjadi seseorang yang merasa sudah cukup puas ternyata tidak pernah membuatmu menjadi puas. Bahkan engkau hanya sedang membangun satu monster baru yang bernama PUAS UNTUK TIDAK PUAS.
Kepuasan bukanlah sekedar rasa. Ini seperti sebuah sikap hidup, untuk kamu berani berkata: KATAKAN CUKUP UNTUK SETIAP KEINGINAN.