Tak Ada Yang Abadi, Ini Pasti Berlalu

Seorang bijak pernah meminta kepada seorang tukang cincin untuk mengukirkan sebuah kalimat pada bagian dalam cincin orang bijak tersebut, kalimat itu adalah: “tak ada yang abadi, ini pasti berlalu

Setelah cincin tersebut selesai diukir, orang bijak itu kembali melanjutkan perjalanannya. Dalam perjalanannya itu dia mulai bekerja sebagai buruh pada sebuah perusahaan besar yang dimiliki orang terkaya di kota itu. Orang bijak itu tekun bekerja malah lebih tekun dari kebanyakan buruh yang lainnya.

Seorang pekerja bertanya kepadanya, “mengapa kau bekerja dengan demikian giat padahal gaji dan kehidupan kita tidak akan berubah dengan bekerja lebih giat. Bekerjalah sesuai dengan apa yang mereka bayarkan untuk kita.

Orang bijak itu tersenyum dan cuma berkata, “ini pasti berlalu.

Selang beberapa puluh tahun, perusahaan itu bangkrut. Orang kaya yang dulu menjadi pemilik perusahaan itu jatuh miskin dengan hutang yang menumpuk di mana-mana. Orang bijak itu, dengan uang yang selama ini ditabungnya mencoba membeli perusahaan itu, karena sudah jatuh bangkrut orang kaya itu menjual asetnya itu dengan harga murah karena sangat mendesak membutuhkan uang.

Tidak begitu lama, perusahaan bangkrut itu sudah mulai bangkit. Sekarang, orang bijak itu adalah orang terkaya di kota itu sedangkan pemilik lama perusahaan itu sekarang telah menjadi pekerja pada perusahaan yang dulu dimilikinya.

Pekerja yang dulu sempat bertanya kepada orang bijak itu, berpapasan dengannya dan agak sedikit malu-malu. Orang bijak itu memperhatikan teman lamanya itu kemudian memajukan tangannya untuk memberi salam. Dengan canggung pekerja lama itu memberikan salam. Kemudian orang bijak itu berkata, “ini pasti berlalu.

Beberapa tahun kemudian, musibah datang melanda. Kebakaran hebat menghanguskan semua aset perusahaan. Pemilik lama meninggal akibat kecelakaan tersebut dan orang bijak itu pun jatuh miskin. Semua orang terkejut dengan kejadian tersebut dan semua pekerja pun kehilangan pekerjaan mereka. Jarang ada yang bertahan di kota tersebut setelah apa yang terjadi. Teman lama orang bijak itu pun pindah ke kota lain untuk mencari penghidupan.

Sebelum berpindah, teman lama itu mengunjungi orang bijak itu. Teman lama mengira orang bijak akan bersedih dan merasa itu adalah akhir hidupnya sehingga dia mencoba menghibur, namun apa yang dipikirkannya tidak terjadi. Orang bijak itu tetap santai dan tetap tersenyum. Saat mereka berjabat tangan, orang bijak itu berkata, “ini pasti berlalu“.

Teman lama itu di kota yang baru ternyata menuai sukses. Dia menjadi orang kaya yang sangat disegani. Kemudian suatu hari dia teringat dengan orang bijak itu dan berniat mengunjunginya. Menurut kabar, setelah perusahaan itu hangus, orang bijak itu jatuh miskin dan menjadi ustad di mesjid tersebut mengajarkan anak-anak mengaji. Ternyata, saat teman lama itu berkunjung, orang bijak itu telah wafat. Teman lama itu sungguh bersedih, dia pun meminta salah seorang di sana agar menunjukkan makam orang bijak itu.

Teman lama itu mengunjungi makam orang bijak itu. Makamnya penuh dengan onak dan semak belukar karena tidak ada yang mengurusi. Orang bijak itu hampir tidak memiliki keluarga di kota tersebut. Sedangkan makan yang lain sepertinya terawat. Namun, di nisan orang bijak itu tertulis: “ini pasti berlalu

Tidak lama berselang. Kota itu terkena arus banjir bandang. Hampir semua rumah penduduk tenggelam. Begitu air surut, teman lama mengunjungi kota itu sekalian memberikan bantuan. Tidak lupa dia mengunjungi makam orang bijak tersebut, namun makam itu sekarang sudah tidak ada.

Saat teman lama itu berjalan ke sisa-sisa puing perusahaan yang belum lagi dibangun setelah habis terbakar, dia malah menemukan nisan orang bijak tersebut, tergeletak bersama sisa lumpur yang mengotori puing-puing tersebut. Nisan itu telah polos, lumpur telah menutupi kata-kata, “ini pasti berlalu“. Bahkan ini pasti berlalu pun akan berlalu.

Teman lama tersenyum, lantas terbahak. Orang-orang keheranan dengan sikap teman lama itu. Teman lama kemudian menyalami semua penduduk yang terluka, kelaparan, dan kondisi yang menyedihkan, sembari tidak lupa berkata, “tak ada yang abadi, ini pasti berlalu“.