Dalam sebuah kelas menulis, di sekretariat FLP Aceh, saat seorang Herman RN bertutur tentang plagiat aku mendengarkan istillah ini untuk pertama sekali. Epigon: terinspirasi.
Manusia, hidup dan bertutur, segalanya dari inspirasi. Beberapa orang menjadi inspirator bagi yang lain. Aku yang terinspirasi oleh kamu, pun demikian, menjadi inspirator bagi orang lain. Tidak ada yang salah dengan saling terikat, mungkin, tanpa bahkan dunia menyadari, orang yang menjadi inspirasiku boleh jadi terinspirasi olehmu.
Bumi selama ini menjadi inspirasi abadiku. Dari rupa-rupa yang hadir di wajahnya, aku menatap manusia. Penuh ke dalam mata mereka, aku mencari jiwa. Jiwa-jiwa apa yang terpendam di dalam hati manusia. Celakanya, sebagian jiwa aku temui dalam keadaan kotor, penuh duka, kesepian, perjuangan tiada henti, ketidakpuasan, dan tanpa bahagia.
Inspirator menjadi penting, saat ketika manusia berjalan dengan beban punggung yang ditanggung. Inspirator adalah cara manusia memahami proses. Dengannya, setiap bibit manusia, melihat, mendengar, berjalan, segalanya atas apa yang dikehendakinya. Inspirator membuat setiap manusia berbeda dalam melihat.
Penting untuk melihat: siapa yang menginspirasi kamu.
Mereka yang terinspirasi oleh Hitler, niscaya akan membunuh jutaan Yahudi. Mereka yang terinspirasi oleh Muhammad, niscaya akan mengasihi dengan tiada henti.