Setiap lelaki itu melirikku dengan ekor matanya, tepat saat mata kami saling berhadapan sesudahnya, dia selalu bertanya, “Apa yang kau cari?”
Dan, aku pun selalu sama, hanya terdiam. Bingung. Abstrud. Terlalu mengambang. Aku tak tahu harus menjawab apa. Untuk jawaban yang sederhana pun aku tak mampu, apalagi sebuah jawaban rinci tentang hal sederhana yang selalu ditanyakannya itu.
Apa yang aku cari?
Aku sebenarnya sedang mencari “aku“. Aku yang sebenarnya tidak hilang, namun “aku” yang belum lagi ditemukan.
Aku sebenarnya sedang mencari “aku“. Aku yang sebenarnya merdeka, namun sekarang “aku” lagi diperbudak.
Kapan kita pernah sadar, bahwa sesungguhnya kita sedang diperbudak. Diperbudaki oleh keinginan-keinginan kita. Dicambuk oleh angan-angan kita. Diduduki oleh napsu keduniawian kita. Sadar?