Cinta Diantara Dua

Kemarin, sekitar jam 2 pagi dering handphone-ku berbunyi. Ada 2 panggilan masuk yang memang sengaja tidak aku angkat, selain karena nomornya tidak aku kenal, juga aku memang sangat mengantuk sekali saat itu. Merasa diabaikan, sebuah sms hadir dari nomor yang sama mengucapkan “Assalamu’alaikum”.

Sekitar pukul 3, aku membalas sms tersebut dari nomor yang berbeda. Kebetulan, nomor simpatiku habis pulsa. Baru tadi siang aku isi pulsa simpati karena memang khusus ingin menelepon seseorang, namun malah seseorang itu tidak mengangkatnya.

Ternyata, yang meneleponku itu adalah seorang anak remaja berumur 15 tahun. Seorang anak yang sedang galau untuk memilih apakah tetap ke pacarnya atau beralih kepada selingkuhannya. Dia sedang mencintai seseorang yang berbeda dari yang menjadi haknya.

Salah tidak kak aku mencintai seseorang selain pacarku?

Baca Selengkapnya

Dewasa (?)

Aku baru tahu, ternyata dia telah berubah. Sudah lama aku tidak bertemu dengannya, dan memang bukan hakku lagi untuk meluruskannya lagi. Hanya akan menjadi petaka baru jika dia kuluruskan, telah terlampau menyimpang apa yang ada padanya.

Dewasa. Mungkin sudut pandang kami tentang dewasa itu berbeda.

Baru ku tahu, cara berpakaiannya telah berubah. Kata temannya, sekarang dia telah dewasa. Aku cuma tersenyum, miris, geleng-geleng kepala.

Entah apa yang telah terjadi sehingga dia berubah menjadi begitu cepat. Semoga tidak liar. Yang aku takutkan semoga tak terjadi, semoga dia tidak seperti makhluk-makhluk yang sering bercerita hingga pagi tiba kepadaku, tentang bagaimana mereka hilang dalam hidup. Atau cerita tentang mereka-mereka yang telah terpeleset hingga ternoda dan tercederai.

Berjuta kali aku berdoa. Tuhan, selamatkan dia.

Baca Selengkapnya

Cinta Butuh Dewasa

Jikalau ku mengenang jejak, ada satu pelajaran berharga yang kudapat: Cinta Butuh Dewasa.

Dulu, aku pertama mengenal cinta yang dapat kupahami secara kasat. Aku mampu memberikan cinta, aku mampu menelepon cinta, aku mampu tertawa bersama cinta. Hingga prahara datang, membordirku dalam bentuk yang tidak lagi kupahami.

Sadar. Cinta telah hilang.

Pernah kutanyakan pada cinta, “apakah engkau membutuhkan aku menjadi dewasa? Sungguh aku tidak dewasa.”

Cinta tersenyum. “Tidak.” Begitu katanya.

Awalnya aku paham cinta adalah jujur, hingga ketika prahara datang bahwa semua adalah dusta. Ternyata, cinta butuh dewasa.

Dewasa datang bak hantu blawu. Seperti gundorowo. Aku takut, aku tak berani menyerangnya. Aku ingin cinta bahagia, makanya aku diam. Aku tahu, cinta butuh dewasa.

Aku berlari ke belakang, aku takut. Aku bingung ketika cinta bilang, “kamu jangan lagi menghubungiku, ya!”

Baca Selengkapnya