Lagi-lagi aku menemukan, mereka yang sedang jatuh cinta, kemudian menjadi buta.
Lagi-lagi aku mewanti, “kamu boleh jatuh cinta, namun jangan sampai buta.“
Perempuan itu mengangguk. “Iya,” dalam suaranya. Tetapi aku tidak mampu membaca isi hatinya. Tidak pernah sedalam ini aku menemukan hati seorang wanita. Mungkin, karena kami sama-sama Aries. Mereka yang menyimpan semua luka. Sendiri.
Hati-hati dia bertanya, pendapatku, tentang nama seorang pria. Pria yang belum pernah aku temukan wajahnya dalam waktuku, tetapi mulai sering aku dengar namanya lalui telingaku. Jarang aku mendengarkan kabar baik dari lelaki itu, lebih banyak tentang hal yang buruk. Seorang pria, hedon, pecinta motor, suka mabuk, doyan seks, dan seorang yang terlahir dari agamaku namun dia membencinya.
Jujur. Seburuk-buruk aku. Tidak pernah sekalipun aku membenci Tuhanku ini. Walau sering terkadang, aku harus menangis pilu di hadapanNya. Memohon kepadaNya agar membuka hati mereka-mereka agar aku bebas dari napas nelangsa. Ya, cuma di hadapanNya aku bisa bebas puas menangis. Lantas aku melanjutkan tidur, begitu lelap, seperti sedang memelukNya.
Sejujurnya, aku tidak suka pria itu kembali hadir dalam benak kawan perempuanku ini. Dari kedua matanya, aku bisa melihat bahwa dia masih menyimpan cinta. Yang entah bagaimana, tetap hadir walau badan telah terkotori, asa telah dikhianati, dan kemudian sang pria dengan bebas melenggang pergi.