Sebongkah Lelah

Aku tak ingin maksud, untuk mewartakan semua lelah. Tentang jasadku yang mulai melemah, dan batinku yang semakin mengalah. Engkau tidak akan pernah tahu, di hadapanmu aku selalu tersenyum, menyimpan semua tangis berukir air dari pipi-pipiku. Aku simpan semua, agar engkau bahagia.

Bolehkah aku mengeluh? Barang sekali saja. Dan bolehkah aku meminta? Engkau diam dan dengarkan semua apa yang ingin aku sampaikan. Tentang penatku, lelahku, rinduku, juga cintaku.

Aku mencintai dengan tiada lelah. Harus engkau tahu itu. Terserahmu jika engkau bersikap tidak mau tahu.

Lelah yang aku tanggung ini bukan karena aku mencintaimu. Ini adalah lelah fitrahku sebagai lelaki, sebagai manusia, sebagai mereka yang terlalu banyak harap daripada kerja. Namun, bukan pula hendak ingin mengeluh. Aku cuma ingin dimengerti. Tidak lebih. Jangan pula kurang.

Baca Selengkapnya

Negeri Letih

Sebuah negeri diciptakan Tuhan di hati-hati tiap manusia. Manusianya menyebutkan letih, lelah, penat, capek walau dengan berbagai bahasa disimbolkan namun tujuan penjelasan makna tetap sama: Letih.

Tak ada manusia yang tak pernah merasakannya. Bahkan diujung kesabaran seorang nabi pun, letih telah hinggap. Keletihan seorang rasul dalam mengembalikan umatnya ke jalan yang lurus akan menyebabkan umatnya yang durhaka terserang bala. Demikian mengerikan efek suatu keletihan, namun tak ada yang pernah menduga.

Negeri letih itu sekarang menghinggapiku. Membuatku seujung kuku daripada batas menjadi gila. Sungguh, aku kelelahan.

Bagaimana jiwa ini mampu terus menahan dari godaan-godaan iblis, setan, dan kroco-kroconya yang terkutuk. Bahkan manusia pun ada yang menjadi iblis, belum lahir hatiku yang berontak ingin juga menjadi iblis. Mungkin cuma imanku saja yang terus menerus menutup pintu agar tak lemah aku dalam pertempuran tanpa pemenang ini.

Bagaimana manusia menghadapi gempuran dari negeri letih? Tak ada yang menduga.

Baca Selengkapnya