Lelaki itu melihatku sayu, ditepuknya pundakku. Senyumnya belum lagi kering. Dan aku melihat ke atas, jauh ke langit melewati semua bintang. Tanpa ada kelabu dari awan yang bertumpuk, atau ledakan plasma dari ion yang berlonjatan di antara awan. Aku melihat langit dengan amat jernih, seperti ketika gunung pecah saat melihat wajah Tuhan.
Aku rindu. Lama lelaki itu menghilang, bersembunyi di balik diri-diriku yang lain. Aku rindu ingin bertanya, tentang segala langit dan bintang-bintang. Aku rindu tamparannya, aku rindu celotehnya, aku rindu bentakannya. Aku rindu ketika aku bercermin, tak ada wajahku di sana. Aku rindu ketika aku bukan lagi aku.
“Kemana engkau selama ini pergi?” Tanyaku rindu.
“Aku bersembunyi di antara tasbihmu yang hilang, aku bersembunyi dari bibir-bibir keringmu.”