Sang Warna

Sang WarnaAku menyebutnya, Sang Warna.

Sang Warna merupakan sandi yang kuberikan seperti sandi-sandi lain yang pernah kutancapkan kepada orang-orang yang telah melukis namanya dihatiku ini. Seperti sandi MRN, sang puteri, taman surga, atau bidadari.

Mengapa harus Sang Warna? Karena aku tidak mengetahui siapa namanya.

Aku menyebutnya sesuai dengan warna jilbab yang dipakainya pada hari itu. Terkadang aku menyebutnya si hijau lumut, si hitam, si putih, si merah hati, atau si coklat.

Aku bertemu dengannya saat awal kerja praktek (KP) di Arun LNG. Dia peserta magang di sana, telah lebih awal dariku. Dia menjemput kami di balik gerbang Arun yang kokoh, bagai seorang bidadari yang menjemput kami dari balik-balik pintu surga. Aku terpesona.

Baca Selengkapnya

Laut Biruku

Sabtu, 30 Agustus 2008. Aku sms Kausar, teman haloqahku. “Sar, hari ini ada acara ke mana? Jalan-jalan yok sebelum puasa.”

“Kalau hari ini Kausar ga bisa Ben, mungkin besok jam-jam 11.00 baru bisa soalnya jam 8-10 ada acara di mesjid.”

Awalnya aku pun kecewa, tapi tadi pagi sekitar jam 8.30 Kausar telepon. “Ben, nanti jam 9.30 kita ke laut yaa.. Baiquni tunggu aja kabar dari Kausar, biar Kausar hubungi kawan-kawan yang lain.”

Sekitar jam 10.54 Kausar sms lagi memberikan kepastian, “Ben, Kausar tunggu di Sabang Travel di depan mesjid Lingke.”

Langsung aku telepon Kausar, “Sar, siapa aja yang pergi?”

“Kausar, Andri, Baldi, ama Beni. Faisal ga bisa, udah pulang kampoeng trus Iqbal ga diangkat Kausar telepon.”

Siap mandi, aku langsung berangkat ke Sabang Travel. Tidak ingin kejadian minggu sebelumnya terulang, aku membawa perlengkapan perang yang lebih lengkap; baju ganti, celana kain ganti, sarung, sempak, kaos dalam, handuk, dan tidak lupa plastik untuk membungkus baju basah nanti.

Baca Selengkapnya