Kadang bete juga. Dapat komentar di blog tetapi berupa komentar untuk mengunjungi situs-situs porno. (ketahuan itu spammer salah tumbuh, kagak pake DNS nawala pasti)
Aku ya heran aja? Emang blogku itu ada keliatan mirip-mirip dengan situs porno apa? Padahalkan dari desainnya aja udah kelihatan kalau yang punya ini blog adalah seorang dengan kriteria sebagai berikut: baik hati, tidak sombong, berbudi luhur, rajin menabung, kalo liat lampu merah berhenti, ga makan di bulan puasa, dan rajin ngaji.
Untung ada si akismet, jadi komentar-komentar ga penting gitu langsung dihapus. Beberapa hari yang lalu komentar semacam itu sudah aku bumi hanguskan, tetapi beberapa hari sudah muncul lagi sekitar 400 komentar serupa. Coba yang dia kasi adalah link video Ariel part selanjutnya, mungkin masih bisa ditolerir.
Hehehehe…
Mengapa orang membuat situs porno? Pertama adalah tuntutan kebutuhan akan hidup. Di dunia yang hampir merata dikuasai oleh kapitalis, uang adalah segalanya bahkan menjadi agama walau tidak dicantumkan di dalam KTP. Walau hampir setiap orang yang tidak atheis kalau dia tanya menyembah siapa dan pasti jawabnya adalah Tuhan, tetapi sejatinya kebanyakan yang dituhankan adalah uang.
Fakta berbicara. Porno dalam konteks lebih luas yaitu seks adalah kebutuhan dasar manusia. Dan kebanyakan manusia, selalu menginginkan seks. Itulah yang dijual dalam industri pornografi, yaitu menjual sesuatu yang tidak akan mungkin tidak laku. Syahdan, betapa pun sengitnya persaingan dalam industri tersebut, tetapi saban hari akan ditemukan minimal 1 film porno baru di seluruh dunia. Anehnya, sekarang tidak cuma porno dalam bentuk industrialisasi, namun juga amateur ikut terjun. Terbukti di beberapa media lokal dikabarkan bahwa ada saja siswa-siswi SMU, SMP, atau kuliahan yang merekam dirinya bersetubuh dengan pasangannya yang entah kebablasan akhirnya tersebar ke berbagai pihak.
Ada fakta yang menarik dari bisnis konten pornografi di internet ditilik dari sisi internet sekuritasnya. Saya pernah membaca, rata-rata keamanan jaringan website-website dengan konten pornografi lebih mumpuni daripada website-website biasa. Syahdan bahkan website yang dikelola sebuah kota, kabupaten, ataupun propinsi lebih mudah untuk dihack daripada website yang berbau pornografi.
Kebanyakan blogger pun menikmati kata-kata porno dalam bentuk tulisannya. Kebanyakan menggunakannya adalah sebagai upaya menjaring trafik karena seperti yang sudah diutarakan, keyword terbanyak yang dicari oleh google adalah sesuatu yang berbau pornografi. Walau konten keseluruhannya tidak porno, tetapi ada saja trik agar pengunjung yang mencari dengan kata kunci porno terjaring ke website-website para pendulang dolar tersebut. Dalam dunia bisnis internet, TRAFIK = UANG.
Beberapa waktu yang lalu aku pernah memposting link video mesum ariel yang kini sudah kuhapus. Link tersebut aslinya aku dapatkan dari twitter dan tidak sengaja aku masukkan di blog, ternyata baru kutahu bahwa hal tersebut melanggar hukum dan akhirnya aku hapus. Sangat mengejutkan, trafik normal blog ini yang cuma berkisar antara 80-150 per hari tiba-tiba melonjak drastis menjadi 1000 pengunjung per hari. Padahal, sebelumnya trafik tertinggi itu adalah sekitar 209 per hari.
Depkominfo berencana untuk memfilterisasi akses internet Indonesia dalam akses konten pornografi. Beberapa orang melihat hal ini sebagai suatu yang pro dan kontra. Yang merasa imannya tebal pasti akan selalu pro, namun yang kontra bukan berarti mereka tidak setuju dengan pemblokiran situs porno. Sebagai salah satu kampanye internet sehat. Kebanyakan yang kontra adalah mereka yang melihat bagaimana mekanisme pemerintah dalam memfilterisasi itu. Karena bukan hal yang mudah untuk memproteksi hal tersebut, selain dibutuhkan dana yang besar serta infrastuktur yang kuat.
Bagi orang lapangan yang mengerti dengan jaringan, tentu mekanisme yang dianulir oleh Menkominfo sedikit dipertanyakan. Sebenarnya ada beberapa alternatif, diantaranya adalah pemerintah sebagai pemegang regulasi dan bukan eksekutor. Pemerintah cuma mengayomi dan memberi instruksi, soal how to do, biarkan ahli-ahli jaringan di lapangan yang lebih mengerti kondisi internet di masyarakat yang melakukan.