Tadi pagi, kira-kira jam 3.00 WIB aku telpon Apip, dia Sang Novelis Yusaku yang pernah kuceritakan itu.
Entah kenapa, akhir-akhir ini aku suka aja menelepon si Apip. Aku biasanya nelepon dia malam-malam, hitung-hitung saling membangunkan tahajud. Hehehe…
Aku kagum pada karakter Apip, dia seseorang yang kuanggap tangguh, dan luar biasa. Walau tidak mengaku akhwat, namun amat sangat jarang ada akhwat yang memiliki karakter setangguh dia. Puasanya daud, bukan senin-kamis lagi dan saban malam insya Allah dia selalu tahajud. Gimana akhwat yang lain? Iri tidak, padahal Apip tidak ikut haloqah lho…
Yang paling menakjubkan adalah, dia bisa menjaga hati yang terkadang akhwat lain tumbang. Hingga sekarang, belum pernah tuh dia menyukai seseorang. Terkadang aku malah meledeknya “abnormal” karena prestasinya tersebut. Malu soalnya karena aku telah berulang kali patah hati… 😀
Namun yang ingin kuceritakan dalam blogs ku ini bukanlah tentang Apip, namun seseorang itu yang sedang membuatku berdebar-debar. Seseorang yang kuceritakan kepada Apip di pagi ini dan pagi sebelumnya.
Bahwa aku sedang menjauhi seseorang, karena aku takut akan jatuh cinta kepadanya. Aku berusaha menjaga jarak, menjaga hati ini karena belum waktuku untuk meminangnya. Aku sadar, aku belum cukup dewasa. Aku belum lagi tangguh.
Jika memang jodoh, aku berharap seseorang itu akan menungguku hingga tegak punggungku berdiri untuk meminangnya menjadi bidadariku. Itu selalu yang kudoakan kepada Allah di sela-sela shalat malamku. Namun aku hingga saat ini belum pernah mengungkapkan perasaan ini kepadanya karena aku mengingat saran seorang temanku; MENCINTAI DENGAN HATI.
Setelah apa yang kupelajari dari masa lalu, lebih baik aku harus segera berbenah. Segera meluruskan apa yang bengkok, dan menegakkan apa yang pincang. Aku tak ingin lagi seperti dulu, aku malu… Aku menyesal. Dan bahkan aku pernah menangisi kekhilafanku yang dulu kepada seseorang. Aku benar-benar menangis karena menanggung malu yang amat sangat.
Mungkin aku bisa berasumsi, hatiku tak akan kotor jika aku mengutarakan isi hatiku, TETAPI SIAPA YANG MAMPU MENJAMIN BAHWA HATINYA TIDAK MENJADI KOTOR ?!.
Aku hanya berharap, Tuhan selalu memberikan yang terbaik untukku. Selalu berharap, agar seseorang itu menjadi bidadariku sesungguhnya.
Menulis blogs ini aku jadi teringat lagu Maydani, judulnya Menunggu di Sayup Rindu.
Oooh…
Burungpun bernyanyi…
Melepas sgala rindu…
Yang terendam malu…
Di balik qalbu…
Oooh…
Anginpun menari…
Mencari arti…
Adakah ini fitrah…
Ataukah hiasan nafsu…
Di dalam sunyi ia selalu hadir…
Di dalam sendiri ia selalu menyindir…
Kadang meronta bersama air mata…
Seakan tak kuasa menahan duka…
Biarlah semua mengalir…
Berikanlah kepada ikhtiar dan sabar…
Untuk mengejar…
Sabarlah menunggu…
Janji ALLAH kan pasti…
Hadir tuk datang…
Menjempu hatimu…
Sabarlah menanti…
Usahlah ragu…
Kekasih kan datang…
Sesuai iman di hati…
Sabarlah menanti…
Bila di dunia ia tiada…
Moga di surga ia telah menunggu…
Bila di dunia ia tiada…
Moga di surga ia telah menanti…