Ben, saya ga mau jika harus sampai kehilangan dia karena dia selalu salah paham ke saya. Saya ga tahu harus bagaimana lagi menjelaskan ke dia kalau saya ga bisa jauh dari dia. Tetapi dia sekarang menjadi pembenci, terlalu membenci…
Mungkin aku lebih mengerti darimu teman apa itu arti sebuah cinta, terlebih jika cinta itu tertahan hanya di dalam hati dan tak ingin melebar menjelaskan segala makna yang tersirat, mungkin aku lebih mengerti.
Teman, aku mungkin cuma mampu berkata, ”Cinta terjadi karena sebab dan akan hilang oleh sebab. Amat sangat mudah melupakan cinta sama seperti mudahnya melupakan dingin oleh panas yang menyengat.”
Beni, tolongin saya… tolong telepon dia, katakan bahwa kita hanya teman. TIDAK LEBIH! Tolong ya… terima kasih.
Ada satu kepiluan dari kata-katamu teman dan aku ingin segera menolongmu, namun membuatmu menjadi bangkit dari keterpurukan adalah lebih kuinginkan daripada kembali menidurkanmu dalam mimpi-mimpi fatamorgana. Teman, bangunlah, bangkitlah, seorang pangeran telah disiapkan untukmu. Kamu hanya perlu bersabar untuk hari itu, hanya perlu sedikit bersabar.
Bukankah Tuhan pernah berjanji bahwa tidak akan mencoba hambanya melebihi kemampuan hamba itu? Aku amat sangat yakin bahwa dirimu lebih tegar dari itu teman, amat sangat yakin.
Tolong jangan kembali kolaps, tolong jangan…
Teman, berapa kali kamu pernah patah hati? Apakah dia akan menjadi abadi? Sudahlah… bukankah Tuhanmu lebih berhak kamu cintai daripada dia?
Ingin aku kembangkan sayapku untukmu teman, menuntunmu, membelai rambutmu, menerbangkanmu ke tempat tertinggi hingga dari atas sana dirimu akan melihat bahwa betapa sepelanya kehidupan ini, amat begitu sepele dan dia bukan untuk diratapi.
Mengapa saat Tuhanmu memberi jalan dirimu malah menghujat?
Teman, andai Tuhan mau berbicara kepadamu seperti ia berbicara terhadap Musa, apakah yang Ia akan katakan kepadamu? Adakah Ia menyetujui semua tingkahmu atau malah menghardikmu? Sungguh teman, jawaban Tuhan itu ada di hatimu.
Teman, kemana shalat-shalat malammu? Mengapa engkau tinggalkan?
Teman, kemana hari-hari laparmu? Mengapa engkau hilangkan?
Teman, ada yang lebih berharga dari dunia dan seisinya. Aku cuma berharap kita mampu mencapainya.
Tenanglah teman, aku akan selalu mendoakanmu. Tak pernah aku lupa menyebut namamu dalam tiap tahajudku, namamu selalu kusandingkan dengan nama bidadari, sang puteri, dan sayangku.
Maafkan aku, bukan inginku untuk mengecewakanmu namun aku melihat ada yang lebih baik daripada itu. Aku harap engkau mengerti.
Teman akan tetap menjadi teman, dalam satu iman yang akan kita selalu perjuangkan.
Sebuah kisah: sepenggal puisi pagi.