Pada satu orang aku berkata jujur, “sampai saat ini aku masih cinta.”
Dia minta aku ke rumahnya, ambil tutorial animasi membuat bearing dengan software Blender. Tapi ketika dia memintaku, kukatakan aku tidak bisa.
“Daerahmu terlalu mengundang sejuta kepingan waktu yang ingin ku lupa. Aku tak sanggup!” Ucapku via YM saat itu.
Dia yang tahu problemku cuma terkekeh. Sialan! Umpatku.
Kemudian dia menyindirku dengan perkataan seseorang itu, perkataan seseorang kepadaku yang akhirnya ku tahu cuma alasan picisan. Alasan yang membuatku semakin tidak paham dengan makhluk yang bernama perempuan.
Temanku itu sudah sukses, telah mendapatkan cinta yang tepat untuk hatinya. Dulu, aku yang menertawakannya. Memberikan saran-saran bijak yang kuanggap benar namun ternyata sama sekali tak berguna. Baru kutahu tak berguna selepas aku mempraktekkannya.
Sampai saat ini, aku masih cinta.
Semua orang mengira, nama itu telah terlupa. Dan aku terus berdusta. Selalu ku katakan, hatiku telah bersih, noda itu hilang, namanya pun mati. Aku adalah lelaki bebas, lelaki tanpa beban. Aku bukan pecundang.
Lelaki menangis untuk cinta? Apa kata dunia!
Namun harus ku akui, aku mampu. Untuk dia aku meraung tangis. Terisak hingga malam pun bisu.
Lelaki itu harus jantan! Pantang menangis untuk wanita, terlebih karena cinta.
Aku lelaki, namun aku menangis. Tangisan yang kutahu tidak cuma lahir dari mata, namun bermuara dari hati. Untuk dia, aku menangis.
Setahun lebih telah lewat. Namaku mungkin menjadi semacam antipati. Nama yang harus dibuang dan jangan pernah disebut-sebut kembali. Mungkin namaku menjadi nama haram setelah babi dan anjing.
Menutup mata, aku menghela nafas: SAMPAI SAAT INI, AKU MASIH CINTA.