Bahasa Langit

Menurutmu, langit mana yang paling indah? Langit pagi atau langit malam.

Langit malam!

Mengapa?

Suka ajah, saat gelap menyapu cakrawala di sana berjejal milyaran bintang. Momen yang indah. Tak seperti pagi, sinarnya terang menyapu benderang bintang. Pada saat itu pagi hanya memiliki satu bintang, matahari. Matahari terlalu sombong, berdiri absolut tanpa ingin diganggu. Aku tidak suka.

Bukankah saat pagi kau akan menemukan awan? Dan burung di angkasa dengan kepak sayap mereka yang kokoh dan kekar. Pernah melihat saat elang membungkus langit? Atau saat awan memutih seperti salju, atau saat tak ada awan ketika langit benar-benar biru.

Pernah.

Lantas kau tidak suka?

Suka. Cuma kau kan bertanya, lebih indah mana langit malam atau langit pagi. Jadi aku jawab langit malam. Aku suka langit pagi, tetapi aku lebih suka langit malam. Saat malam bertahta, aku menemukan kedamaian, saat hiruk tak lagi pikuk. Ada sejuta keheningan di malam itu, sejuta keindahan, dan mau tak mau aku harus menjadi tersujud.

Disepertiga malammu?

Ya!

Bagaimana dengan langit merah, saat matahari longsor diganti malam, saat bintang mengkudetanya. Saat malam ingin menjadi eksis. Ada pertempuran di langit, dan langit menjadi merah. Apa kau pernah melihatnya?

Pernah, aku pernah melihatnya. Saat itu sekumpulan angsa, burung, dan hewan menjadi takut langit akan meruntuh. Saat itu mereka bergegas pulang. Pulang ke sarang, ke kandang, menina-bobokan anak-anak mereka, memberikan janji bahwa langit tidak akan runtuh hari ini.

Dan saat pagi anak-anak hewan itu bersorak gembira, ternyata induk mereka berkata benar. Langit tak meruntuh, pagi tetap cerah, ada matahari di sana dan biru yang tak akan pudar. Mereka merayakan hari-hari mereka, ketika itu ayam berkoar dalam kokoknya, langit tak jadi kalah.

Tidak semuanya. Sebahagian dari mereka ada yang berdoa agar langit meruntuh saja, tak usah ada pagi atau malam. Hidup ini terlalu pelik adanya.

Sebenarnya, langit malam atau pagi itu sama saja. Langit tetaplah langit. Bagi para pecinta langit, tak akan ada beda langit malam atau langit siang, karena dia mencintai langit bukan mencintai malam dan siang.

Hanya sebahagian yang mengerti tentang itu, hanya sebahagian kecil. Terkadang kita melupakannya, kita melupakan langit. Yang kita kejar adalah malam dan siang, bukan sang langit. Dan sang langit tak akan pernah peduli dengan keinginan kita, tak akan pernah. Dan lihatlah langit tak berbingkai.

Bukankah langit menurunkan hujan ketika bumi tandus menangis? Saat itu tanah retak pecah, dan segenap jiwa mendongkakkan mukanya ke atas memohon langit berwelas asih.

Juga saat langit marah, ketika bumi menjadi begitu congkak. Dan dibanjirinya ladang-ladang, empang-empang, jalan-jalan, hingga bumi meliat dan menjadi benar-benar coklat. Saat itu langit benar-benar memberitakan kemarahannya.

Apakah engkau pernah melihat saat langit menutup mata?

Ya, aku pernah melihat. Saat itu mukanya menghitam, padahal tak pernah ada merah di sana saat biasanya pertempuran malam-pagi itu terjadi. Langit menjadi sebenar-benar hitam, berteriak dengan guntur, bergemuruh, dan memberikan topan dan beliung.

Ketika itu bumi bergetar bukan? Cukuplah kecongkakan bumi.

Tapi sampai berapa lama? Bumi akan kembali menjadi arogan dan congkak. Itu sudah terjadi saat langit dan bumi awal tercipta.

Dan akan terus berulang….