Negeri Seribu Janji

Aku hidup dalam negeri seribu janji. Janji-janji kosong tentang kesetaraan, hidup enak, sekolah gratis, dan janji-janji muluk tentang bagaimana mengatur negeri ini menjadi lebih baik.

Janji hanyalah tinggal janji. Dulu pernah ada orang-orang bodoh membubuhkan cap jempol darah mereka untuk seorang penguasa yang bahkan tidak mengerti bagaimana cara membangun bangsa ini. Hanya karena bapaknya seorang yang begitu hebat tidak lantas anaknya juga menjadi sama?

Manusia-manusia telah sangat menjadi gila dalam negeri seribu janji.

Orang-orang kelaparan cuma dijadikan objek bagaimana mereka para penguasa menang. Kemiskinan dijadikan komiditi untuk menilai kinerja suatu penguasa dan yang lain akan menghujat. Tak pernah menjadi puas dan rakyat tak pernah merasa bahagia.

Terlalu banyak orang gila di negeri ini. Dari yang buta menjadi raja, kemudian wanita-wanita yang tak mengerti apa-apa, hingga manusia-manusia yang begitu rakus dengan kuasa.

Sungguh malang negeriku, negeri seribu janji juga negeri seribu bisu, tuli, buta. Tak pernah belajar bahwa kita tak perlu penguasa yang cuma gila kuasa. Yang kita butuhkan adalah penguasa yang mengerti dan tumbuh dari jelata. Seorang yang mengerti apa arti penderitaan rakyatnya.

Negeri ini memiliki banyak orang yang mengerti apa arti derita, cuma sayangnya orang-orang seperti itu tidak hidup dengan menebar janji. Jadilah seluruh negeri memilih siapa yang paling lihai bualnya.

Sungguh sayang amat sangat disayang. Negeri seribu janji, mungkin memang beginilah takdir negeri ini. Selalu hidup dalam cengkaraman janji-janji. Yang paling bual adalah yang paling dinanti…

Mau ikut berpartisipasi? Mencoba memberi janji.