Salah satu resolusi saya di tahun 2012 adalah: Tulisanku dimuat di media dan memiliki sebuah buku atas namaku sendiri.
Saya memiliki perasaan iri, saya rasa ini sebuah iri yang diperbolehkan oleh setiap orang. Saya melihat, teman-teman saya sudah melesat dengan sangat jauh melampaui saya. Mereka telah memiliki karya, yang boleh jadi mampu mereka banggakan. Tulisan-tulisan mereka hadir dan muat di media-media, baik lokal maupun nasional.
Sedih? Ya. Tentu saja saya sedih, karena cuma saya yang setelah sekian lama berkecimpung di dunia kepenulisan yang tulisan saya tidak pernah hadir, pun sebiji di sana. Tidaklah sebuah tulisan berat, ataupun opini dengan penuh referensi, hanya sebuah cerita pendek namun tidak mampu saya karyakan.
Saya melihat ada sebuah kesalahan sistemik di dalam diri saya. Kesalahan yang terus membuat arah tanya menjadi kerucut: Kenapa saya tidak mampu, sedangkan mereka telah melampaui?
Alasan mengelak tentu mudah, bisa saja saya memberi alasan bahwa saya tidak memiliki kemampuan. Namun, alasan itu sangat miris, membuat hati setiap orang akan menangis. Karena, pada kenyataannya bahwa sesungguhnya alasan yang paling tepat untuk merefleksikan apa yang terjadi adalah: SAYA INI SEORANG PEMALAS.
Ya! Saya seorang pemalas. Saya membutuhkan passionate dalam menulis. Saya tidak bisa berada dalam kotak. Kotak-kotak tema yang sering manusia berikan dalam perlombaan-perlombaan. Saya tidak ingin langit yang mahaluas cuma disempitkan oleh kaki yang berpijak di bumi. Terlebih, saya teramat tidak mampu membuat sekalian berkhayal tentang sebuah cerita.
Buntu. Saya selalu buntu dalam merangkaikan kata. Saya buntu jika diminta harus membuat sebuah plot yang indah tentang bagaimana banyak manusia bersandiwara. Saya, maaf, teramat sangat harus mengakui: SAYA TIDAK BISA.
Itulah hal-hal yang bisa saya jabarkan untuk sebuah tanya: Mengapa Saya TIDAK Menulis