Danbo Sedih

Menata Hati

Selama ini aku berpandangan bahwa hati manusia adalah hal yang paling mudah diatur. Bahwa hati adalah milik sejati seorang manusia dan manusia pasti lebih mudah mengaturnya, sebagaimana mereka menggatur kelima indera mereka. Demikianlah aku selama ini berpandangan.

Pada beberapa titik, memang mudah mengatur hati, mood, dan sebagainya. Hal yang biasa aku lakukan adalah berdialog dengan diriku sendiri. Jika dalam perdebatan antara hati dan pikiran tersebut dimenangkan oleh pikiran, maka hati akan mampu digerakkan.

Sederhananya begini. Ketika aku sedang sakit hati, maka aku akan mencoba berdialog dengan diriku sendiri apa penyebab sakit hati tersebut. Hal-hal yang aku anggap tidak patut aku alami mulai aku rasionalkan. Akupun masukkan sebagian pandangan dari berbagai sisi kemungkinan, contohnya jika aku disakiti seseorang karena keinginanku tidak terpenuhi olehnya maka aku mencoba berdialog, apakah sepatutnya aku merasakan sakit hati tersebut, apakah tindakanku memang salah atau dirinya, mungkin saja ada berderet alasan mengapa keinginan tersebut tidak dipenuhi olehnya.

Contoh sederhana lainnya mungkin seperti ini, aku yang cenderung berbicara lemah lembut tiba-tiba dihadapkan dengan sosok yang bersuara dengan keras, bercanda dengan kasar, atau keterlaluan dalam memaksakan keinginan. Tentu ada penolakan dalam diriku, seperti sebuah konfrontasi alami. Namun, hal-hal yang bertolak-belakang dengan nilai-nilai yang aku anut tersebut mulai aku wajarkan. Aku mulai menilai dari sudut pandang objek sehingga rasa enggan dalam hatiku mulai tertawarkan sedikit-demi-sedikit.

Begitu pula dengan kekecewaan. Biasanya yang aku lakukan adalah mewajarkannya sedemikian sehingga kecewa itu tidaklah berlarut. Aku mencoba merasionalkannya dengan asumsi bahwa manusia tidaklah sama, pasti ada banyak hal yang mereka prioritaskan, atau mungkin ada kesalahan dalam diriku yang membuat mereka cenderung ingin mengecewakan aku, atau bisa jadi ada kesalahpahaman pada salah satu dari dua pihak.

Dalam periode yang aku alami seperti contoh di atas, aku mulai mengeja perasaan egoisme seorang anak manusia. Ternyata, ada terbersit rasa ingin membalas hal yang serupa. Berharap akan ada waktu untuk membalikkan keadaan dan membuat mereka merasakan apa yang aku rasakan. Beberapa saat setelah perasaan itu hadir, aku jadi bergidik sendiri. Manusia ternyata memiliki sifat kejam dan dendam yang sedemikian. Cepat-cepat perasaan buruk itu aku coba netralisirkan, yang terkadang dia kembali datang, laksana bara sekam yang tidak sepenuhnya padam.

Kebanyakan manusia menginginkan hal yang setimpal, padahal kebencian mereka seringnya membuat mereka berlaku tidak adil. Dan memenuhi unsur keadilan di tengah kobaran hasrat kebencian bukanlah sesuatu yang boleh dikatakan gampang. Sangat, sangat, sangat susah sekali.

Sebagai summary, mari coba kita uraikan tahapan cara menata hati:

  1. Jika sakit hati itu muncul, jangan bertindak apapun namun diamkan sejenak. Ini berfungsi untuk membiarkan arus logika mencuat ke atas.
  2. Berdialog dengan diri sendiri, apa penyebab sakit hati tersebut. Nalarkan berbagai alasan untuk menegasikannya.
  3. Jangan biarkan kecamuk emosi menjadi panglima. Memang rasanya seperti ada kelegaan semu namun penyesalan biasanya sedang antri di belakang sesudah itu.
  4. Jika bibit-bibit dendam mulai tumbuh, lakukan aktivitas lain. Alihkan pikiran sebelum memasuki etase itu kembali dengan bahan logika yang lebih matang.
  5. Pejam mata, tarik napas dalam-dalam, hembuskan sepelan mungkin.
  6. Berwudhu
  7. Jangan sekali-kali memikirkan hal ini kembali setelah segala kecamuk emosi mereda
  8. Cobalah tersenyum, anggap rasa kecewa itu seorang manusia dan tersenyumlah kepadanya
  9. Ucapkan dengan tulus, baik di dalam hati ataupun melalui lisan. Ucapkan dengan seluruh jiwa: “aku memaafkanmu