Manusia Itu Berubah, TERAMAT CEPAT

Saya suka tersenyum ketika melihat anak-anak kecil, terkadang sambil berpikir; “Jika mereka dewasa, takdir seperti apa yang akan mereka tapaki ?“.

Hidup ini selalu berubah, terlalu cepat berubah malah. Pernahkah kita luangkan waktu sejenak untuk menatap masa lalu? Menatap masa kecil kita, menatap kembali saat-saat kita berusia tanggung, menatap masa-masa kita mulai belajar arti sebuah kedewasaan.

Teman-teman sering berkelalar, “Ben, kamu itu ga berubah ya dari dulu-dulu“ atau “Ben, kok kamu tuh masih macam kanak-kanak ?“. Jika saya menoleh ke kanan-kiri, ternyata mereka memang tidak berbasa-basi. Saya memang belum mampu untuk menjadi dewasa. Hidup dalam kemanjaan membuat saya selalu ingin dimanja, dan satu yang saya sadari bahwa terlalu berat rasanya meninggalkan kemanjaan itu.

Ada sebuah anekdot tentang konsistensi;
Syahdan, dahulu ada seorang kriminil dihadapkan kepada Pak Hakim, lalu sang hakim bertanya, “Apa kejahatan kamu?“ dan dia menjawab “Saya ini mencuri Pak Hakim“. Lalu sang hakim kembali bertanya “Umur kamu berapa?“ dan dia menjawab “40 tahun“. 5 tahun kemudian ternyata sang krimil menjadi kambuh lagi dan kembali ditangkap. Dihadapan hakim yang sama, sang hakim bertanya, “Kali ini apa kejahatan kamu?“, lalu jawab sang kriminil bahwa dia kembali mencuri. Sang hakim terus bertanya, “Berapa umur kamu sekarang?“ dan dia menjawab “40 tahun“, 5 tahun telah lewat namun umurnya tetap 40 tahun. “Lho, 5 tahun yang lalu kamu mengatakan bahwa umur kamu 40 tahun, sekarang juga 40 tahun. Jangan main-main kamu !!!“, lalu tahukah anda apa jawaban sang kriminil? “Saya kan konsisten Pak Hakim“.

Memang seperti sebuah anekdot yang terlalu dipaksakan tentang konsistensi. Terkadang seseorang memang harus begitu konsisten, namun konsisten juga terkadang amat sangat tidak dibutuhkan. Semua memiliki tempat untuk berpijak. Sama seperti api yang memerlukan minyak untuk tetap terbakar dan bukannya air. Apa jadinya jika api berpijak kepada air? Niscaya dia akan padam. Terkadang kesalahan kita begitu sangat sederhana, yaitu salah memilih tempat pijakan.

Kembali ke topic semula, membicarakan tentang perubahan manusia yang amat begitu cepat. Namun beruntunglah mereka yang berubah ke arah kebaikan, bukan ke arah keburukan.

Tentu tidak asing bagi kita saat melihat sekeliling kita berubah. Perubahan tidak harus berlalu dengan begitu lamban laksana laut yang terkikis abrasi, namun juga begitu cepat seperti tsunami yang melanda suatu negeri. Terkadang yang kita lihat cepat sebenarnya adalah rantai-rantai panjang sebuah proses yang lamban. Saat kita menatap tsunami yang meluluhkan suatu negeri, pernah kita berpikir tentang pergerakan lempeng bumi yang trus terjadi sebelum stress itu terpancarkan? Terkadang kita memandang dengan begitu amat picik.

Saya ingat seorang teman, entah mengapa begitu cepat berubah. Dulu saat SMU saya menatap dia sebagai sosok yang begitu istiqamah, jilbaber tulen, namun saat mulai kuliah saya melihat dia begitu berubah, amat sangat drastis. Pakaian dia begitu ketat, walau masih tetap berjilbab namun bukan lagi jilbaber. Jilbabnya tidak lagi panjang dan mulai menggunakan celana jins ketat.

Huff, begitu cepat dunia berubah. Ada yang berubah bentuk fisik, hati, bahkan yang tidak mampu terlihat, namun semua itu berubah. Manusia sedang berada dalam proses, berada dalam lingkungan evolusinya menjadi sempurna atau malah berubah dalam evolusi yang menjadi semakin tak menentu.

Teringat kakak sepupu saya pernah bercerita. Ada seorang ustazah di kampus yang menjadi mentor acara-acara pengajian, namun kemudian ustazah yang sangat anti-pacaran malah coba-coba untuk pacaran. Saya tidak tahu, apa dia yang begitu niat, setan yang begitu keras menggoda, atau sang lelaki pujaan yang begitu handal menggombal, saya tidak tahu. Singkatnya sang ustazah berpacaran dengan lelaki tersebut, lalu mulai berjalan berdua, berkhalwat. Berita terakhir, sang ustazah melepaskan status jilbabernya. Menanggalkan jilbab lebar kebanggaannya, meninggalkan baju lebarnya, meninggalkan Tuhannya dan menjualnya dengan dunia yang tidak akan pernah abadi ini.

Yah, demikianlah… manusia emang begitu cepat berubah, teramat cepat. Semoga seorang Baiquni juga mampu berubah untuk kembali mengejar evolusinya yang tertinggal, mencoba mengejar Tuhannya yang telah lama terlupakan.

Tuhan, sungguh kisah ini telah kuceritakan. Tolong ijinkan aku kembali menapaki jalan itu, jalan yang begitu dekat dengan-Mu.

Wahai manusia, tak ada salahnya berubah namun jika perubahan itu menghancurkan dirimu maka konsistensi jauh lebih indah. Terkadang kesalahan kita begitu sangat sederhana, yaitu salah menentukan pijakan.