Beberapa jam lagi akan menjadi pengubah tanggal, dari tanggal 21 April menjadi tanggal 22 April. Lalu apa masalahnya? Masalahnya, semua pembicaraan tentang Kartini dan Perempuan akan lenyap, berganti dengan topik-topik lainnya. Ya, memang harus begitu, masa mau ngomongin hal yang itu-itu saja tiap harinya.
Yups, benar sekali. Tidak bisa disangkal, kalau sudah menyinggung tentang perempuan biasanya akan marak di tiap tanggal 21 April dan di 22 Desember. Inilah dua bulan kepunyaan perempuan. Setelah itu? Bablas. Boro-boro disinggung, diingat saja sudah sukur.
Wah, kalau begitu perempuan sepatutnya bangga, masih ada yang mau mengingat mereka meski hanya dua kali dalam setahun. Lalu bagaimana dengan Laki-laki? Jangankan disinggung, diingat saja syukur.
Ya, begitulah kenyataannya. Meskipun derajat Ibu tiga tingkat lebih mulia dari pada Ayah, namun marilah sejenak kita merenung. Siapa Ayah kita sesungguhnya?
Ayah, lelaki kasar yang pantang sekali menangis. Namun, tetap tidak bisa membendung air matanya saat mendengar tangisan putri mungilnya untuk pertama kali.
Ayah, lelaki kaku yang jarang punya waktu untuk bermain dengan gadis kecilnya. Namun, saat dia pulang kerja dan melihatmu tertidur lelap, pernahkah kamu rasakan pipi dinginnya menyentuh pipi hangatmu?
Ayah, yang jarang bercanda denganmu, namun masih menyempatkan waktunya untuk memperbaiki selimut tidurmu. Dia tidak ingin gadis kecilnya kedinginan.
Setiap hari kamu lewatkan waktu bergurau dengan Ibumu, jarang sekali dengan Ayah. Namun tahukah kamu bahwa sepulang kerja, yang pertama sekali diingat Ayah adalah kamu. Tak perduli dengan lelah yang masih melekat, Ayah langsung menanyakan keadaanmu pada Ibu. Apakah kamu baik-baik saja? Apa yang kamu lakukan seharian? Sudahkan kamu makan malam?
Ibu akan terlihat panik sekali saat kamu sakit, namun sadarkah kamu bahwa Ayah tidak bisa tidur semalaman demi menjagaimu. Barangkali kamu memanggil namanya meskipun hanya sekedar igauan.
Saat kamu beranjak jadi gadis kecil yang manis, Ibu akan memberikanmu banyak sekali permen dan coklat agar kamu berhenti menangis. Beda dengan Ayah, dia lebih membiarkanmu menangis dari pada membelikan coklat dan permen. Karena Ayah tidak mau melihat gadis kecilnya terganggu dalam tidur karena sakit gigi
Ayah merasa bersalah sekali ketika kamu menangis karena tersundut rokoknya. Mulai saat itu Ayah bersumpah tidak akan menyentuh rokok yang telah melukai gadis kecilnya. Meski rokok adalah nyawa keduanya.
Saat menonton karnaval, Ibu akan menggendongmu. Tetapi Ayah, akan mendudukkanmu di bahunya. Agar kamu bisa melihat dengan jelas arak-arakan yang ramai.
Seusai melihat karnaval, Ibu akan mengajakmu melihat keramaian, lalu memegang tanganmu. Tapi Ayah, akan menggendongmu. Tidak akan dibiarkannya kamu tersenggol orang yang lalu lalang.
Kalian melewati toko mainan. Kamu merengek minta dibelikan boneka kesukaanmu. Tapi ayah, dengan tegas mengatakan “Ayah akan belikan, tapi bukan sekarang, Nak.” Ayah tidak mau menjadikanmu manja dengan menuruti semua keinginanmu.
Saat kamu mulai lancar bersepeda, Ayah akan melepaskan roda bantu sepedamu. Ibu akan marah pada Ayah “Ayah, nanti putri jatuh,” begitu kata Ibu. Namun Ayah, dengan penuh keyakinan membiarkanmu mencoba sepeda tanpa roda bantu sambil mengekor dari belakang. Tahukah kamu, Ayah ingin kamu bisa mandiri dan tidak selalu bergantung pada roda bantu itu.
Saat Ibu sakit, Ayahlah yang membereskan tempat tidurmu. Agar kamu lelap sepanjang malam.
Ibu akan selalu menyisir rambutmu, menaburkan bedak kewajah cantikmu. Sebenarnya Ayah juga ingin sekali melakukannya. Tapi Ayah takut, tangan kasarnya akan melukai pipimu.
Saat gadis kecilnya beranjak remaja. Ayah mulai memberlakukan jam malam. Tahukah kamu tujuan Ayah? Ayah ingin mendidik kamu menjadi gadis yang disiplin.
Saat pertama kali kamu mencoba melanggar jam malamnya, Ayah gelisah menungguimu di depan teras. Tahu kenapa? Ayah ingin menjadi orang pertama yang memastikan keadaan gadis kecilnya baik-baik saja.
Saat teman lelaki mengunjungimu di rumah pada satu kesempatan, Ayah akan memasang wajah paling dingin sedunia. Pernah kamu bertanya kenapa? Karena saat itu Ayah merasa ketakutan bahwa kamu, pelan-pelan akan mulai melupakannya.
Ayah mulai memilah-milah teman lelakimu. Kamu menentang Ayah, lalu Ayah membentakmu! Saat itu, kamu membanting pintu kamar sekuatnya, hingga kusen jendela ikut bergetar. Ibu yang mengetuk pintu kamar, memujukmu dan membelai lembut rambutmu. Tapi kamu tidak melihat, saat itu Ayah menutup matanya rapat sekali dan menyesal telah membentakmu. Ayah hanya tidak ingin kamu disakiti siapapun, Karena bagi Ayah, kamu adalah Anugerah yang paling luar biasa berharga dalam hidupnya.
Saat kamu berulang tahun ke 17, Ayah tidak mengucapkan selamat padamu. Karena Ayah sibuk bekerja untuk mempersiapkan kado paling Istimewa, biaya melanjutkan pendidikan ke universitas yang selalu kamu impikan.
Di album keluarga, tidak ada satupun foto Ayah, karena Ayahlah yang jadi fotografer dan pengarah gayanya.
Satu waktu saat tengah makan malam, Ayah tidak ada di meja makan. Dia sibuk mencarikan lilin, agar gadis kecilnya tidak tertelan duri ikan.
Saat akan melepaskanmu kuliah ke luar kota. Ibulah yang memelukmu erat dan menangis. Namun saat itu tanpa kamu sadari, Ayah membalikkan badannya membelakangimu, menghapus air matanya. Ayah tidak ingin air matanya menjadi pemberat langkahmu mengejar cita-cita.
Saat kamu kuliah di luar kota, Ibulah yang sering menelponmu, menanyakan kabarmu. Namun Ayah lah, yang menyuruh Ibu. Karena Ayah takut, suara Ayah akan bergetar saat berbicara denganmu ditelepon. Ayah tidak ingin terlihat rapuh, meski Ayah sangat kehilangan putri kecilnya.
Ternyata Ayah bisa lebih cengeng dari Ibu, saat mengetahui bahwa gadis kecilnya sakit di perantauan.
Ayah lupa sudah berapa banyak kerutan di wajahnya, karena Ayah lebih sibuk mencarikan uang untuk keperluan kuliahmu. Meski sering kali kamu salah mempergunakan uang itu.
Ayahlah yang pertama kali berdiri dan bertepuk tangan bangga padamu saat kamu wisuda. Ayah akan tersenyum lega, melihat putri kecilnya telah tumbuh dewasa menjadi gadis yang mandiri dan tidak manja.
Setelah itu, kamu akan semakin sibuk dengan pekerjaanmu yang menumpuk. Jarang sekali menyapa Ayah yang kian ringkih. Namun, Ayah akan sangat memaklumi bahwa kamu lelah seharian bekerja dan tidak pernah menuntutmu meluangkan waktu untuknya. Seperti yang sering kamu lakukan dulu pada Ayah.
Kemudian, Ayah sangat kehilangan saat kamu mulai lebih sering berlama-lama menghabiskan waktu dengan kekasihmu di ruang tamu. Saat itu, setiap malam Ayah rutin sekali membuka album masa kecilmu. Dia menangis dalam senyumnya. Terbayang di depan matanya, sebentar lagi putri kecinya yang selalu dibanggakannya akan benar-benar meninggalkannya.
Itulah Ayah, Bapak, Papa, Abi, Abah, Aji, Dedi. Apapun sebutannya, dialah orang yang berjasa dalam hidup kita. Namun, miris sekali tidak ada hari khusus istimewa untuk mereka.
Tulisan ini saya persembahkan untuk:
- Ayahku, ayah terhebat sedunia. Terima Kasih untuk punggung dan pundaknya, gadis kecilmu mulai beranjak dewasa kini.
- Seluruh Ayah di muka bumi. Keriput tulang pipimu, gambaran perjuangan. Bahumu yang dulu kekar, Hitam terbakar Matahari. Namun kau tetap tabah. Demi kami, anakmu.
- Teman-teman yang akan menjadi Ayah. Yakinlah, akan tiba waktunya nanti gadis kecil kalian akan bangga memiliki Ayah yang hebat. Kalian akan selalu menjadi super hero yang selalu diceritakannya pada siapapun.
Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/21/jika-ibu-adalah-kartini-maka-siapakah-ayah/
Penulis: Santy Novaria