Berapa nilai dari sebuah kedipan mata?
Dari sejuta anak yang terlahir, dua diantara mereka menderita sindrom Moebius. Mereka terlahir tanpa mampu menggerakkan otot wajah secara sempurna. Bahkan tidak mampu mengedipkan mata.
Untuk melembabkan mata — karena tidak mampu berkedip — mereka harus menggerak-gerakkan bola mata. See, bahkan mengedipkan mata adalah salah satu nikmat Allah yang harus kita hargai. Jadi, mengapa kita terus-menerus alpa?
Sampai-sampai Tuhan bertanya, “Nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?”
Kita sering sekali lupa, apa yang telah Tuhan berikan, dan kita terus selalu meminta. Tidak pernah hadir dalam kebercukupan. Tidak pernah puas dengan keadaan. Kehausan kita cuma akan habis ketika jantung telah berhenti memompa dan otak telah hilang daya menghadirkan neutron-neutron yang meloncatinya.
Untuk semua yang telah Tuhan hadir dan berikan, mengapa kita sering sekali alpa? Padahal Tuhan tidak meminta lebih, dari keharusan kita selalu mengingatNya, dari kewajiban kita mencintai sesama.
Berjalanlah engkau di lorong-lorong rumah sakit. Di jalan-jalan yang penuh dengan orang kelaparan. Di tempat-tempat Tuhan mengambil satu kenikmatan yang dianugerahiNya. Ketika orang-orang menangis. Ketika sebagian menjerit. Ketika di antara mereka mulai mengakhiri semua derita dengan keterpaksaan. Lihatlah mereka.
Kita mampu berdiri tegak dengan angkuh. Sombong lagi congkak. Melupakan Tuhan untuk semua kesenangan yang sedang kita rasakan. Nanti, tunggulah nanti, ketika Tuhan mencabut seluruhnya. Kita pun akan merasa, bahwa, segala harta di dunia, tidak lebih berharga daripada sebuah bola mata yang sempurna memberikan kita warna.
Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?
Sebelum muda menjadi tua. Sebelum sehat menjadi sakit. Sebelum kemiskinan jatuh daripada kekayaan. Sebelum luang menjadi sempit. Sebelum kematian memisahkan kita dari kehidupan. Ingatlah selalu Tuhan, dia yang begitu menyayangi kita. Dia yang memberikan kita kehidupan. Dia yang menjadikan kita hadir dengan keimanan.
Sesungguhnya, harga sebuah kedipan itu teramat mahal harganya. Bahkan jika seluruh dunia dan isinya ditukarkan, tidak begitu berharga daripada mampu berkedip dengan sempurna. Maka, janganlah kita terus menerus alpa. Menjadi lupa kepada Tuhan yang menjadikannya ada. Dan jangan sampai Dia kembali bertanya berulang kali, tentang nikmatNya yang selalu kita dustakan.