Beberapa temanku adalah orang-orang yang fanatik. Ada yang fanatik terhadap sistem operasi, fanatik terhadap style, ada juga yang fanatik dengan idola yang dipujanya. Sebagian lain fanatik terhadap ideologi yang dianutnya.
Fanatik itu sungguh luar biasa. Kadang orang rela mati, bersitegang dengan apa yang menjadi fanatiknya. Contohnya adalah Harley Davidson, mereka yang fanatik terhadap motor gede itu bahkan rela mentato tubuhnya dengan slogan-slogan, logo, dan nama Herley. Secara branding, Herley Davidson sudah berhasil mengkampanyekan merek mereka tersebut.
Fanatik lain yang aku temui adalah fanatik terhadap sistem operasi. Sebagian ada yang masih abal-abal, namun ada banyak mereka yang benar-benar fanatik terhadap sistem operasi. Yang fanatik terhadap Linux (mereka memang basisnya komunitas), fanatik terhadap Apple (biasanya orang yang ingin dianggap modis), namun jarang aku temui yang fanatik terhadap Windows.
Fanatik yang lain adalah fanatisme kepada idola yang digandrunginya. Salah satu teman terbaikku fanatik terhadap Super Junior. Wuidih, kalau aku hina-hina Super Junior dia akan mencak-mencak, bahkan tidak jarang kami berantam cuma gara-gara aku menghina Super Junior, terutama si Sungmin.
Kemudian ada fanatik terhadap ideologi, di kampusku kadang terjadi gesekan atau pertarungan antara anak kampus dan anak mushala. Sesama mereka saling menjelekkan, dengan kata-kata yang kadang cuma kabar angin namun mereka mengambilnya sebagai fakta. Aku sendiri cenderung ke arah mushala, karena merasa ada kedekatan emosional dengan mereka walau pada beberapa kejadian kadang ada yang tidak aku sepakati.
Kalau aku mau jujur, aku juga merupakan bagian dari fanatisme. Aku fanatik terhadap ideologi yang aku junjung tinggi, walau terkadang aku masih buta sehingga meraba-raba ideologi yang aku anut. Aku fanatik terhadap Islam, aku benci dengan Amerika dikarenakan model politik luar negerinya, aku benci kepada Israel yang menindas Palestina. Aku pun benci ketika orang-orang mentafsirkan ayat-ayat Tuhan dengan nafsu mereka.
Bagi golonganku, aku ini seperti pengkhianat terkadang. Di depan mereka aku menjadi yang menentang mereka. Sebenarnya aku cuma ingin memuaskan dahaga perdebatanku saja. Salah memang, bahwa aku berdebat bukan untuk mencari kebenaran, namun kesenangan semata. Kadang dalam debat, jika aku setuju dengan lawanku, aku tetap saja keukeh dengan apa yg aku anut, semata demi terpuaskan dahaga debatku. Seringnya, aku berdebat sambil tertawa.
Tetapi tetap, terkadang kalau berurusan dengan yg substansi, aku suka geleng-geleng kepala. Entah karena aku yang bodoh, aku yang belum cukup ilmu, atau aku yang fanatik.
Ketika seseorang telah menjadi fanatik, dia akan merasa bahwa dirinyalah yang paling benar. Ada saja alasan untuk mengkultuskan apa yang menjadi fanatiknya. Dan bagiku, cukuplah Allah menjadi tempat aku berfanatik. Hatta, jika seluruh penduduk bumi berkata bahwa Tuhan itu tidak ada, aku akan tetap mengakui bahwa Dia itu Mahaada.
Walau aku telah kehabisan akal, walau aku telah kelu dalam berdebat, tidak punya lagi argumen, aku tetap akan fanatik. Bahwa Tuhan itu ada.
Apa menurutmu aku ini aneh?