Lari

Berubah!

Tadi pagi saya kembali lari pagi di Saraga bersama Yura setelah sekian lama tidak lari. Kalau lagi duduk di depan komputer, kadang suka geli kalau lihat ke bawah, ini perut kok seperti manusia hamil 5 bulan. Hahaha, kacau!

Aneh tapinya. Awalnya saya masih sanggup keliling 4 putaran tanpa henti, sekarang kok cuma 2,5 keliling. Lha, sisa 1,5 lagi ke mana? Benar-benar makhluk lemah saya ini. Fufufu…

Dan kadang, kalau dipikir-pikir, saya lari segitunya, capek, eh setiap selesai pasti aja makan bubur ayam plus pocari sweet. Sama aja bohong ya, hahaha… Tapi ga bohong juga sih, karena bagi saya lari itu bukan buat kurus-kurusan dan membentuk tubuh, tetapi bagaimana bisa tetap bugar. Karena jika mau jujur, pola hidup saya sama sekali buruk. Terkadang, saya makan cuma sekali dalam sehari, atau dua kali sehari. Tergantung isi dompet 😉

Jika dilihat dari apa yang saya alami, maka benar adanya, jika hidup itu perlu dipaksa agar menjadi lebih indah. Memang, menikmati hidup itu menyenangkan, tapi pasti ada efek negatif ke depannya. Misal, saya suka sekali malas belajar, jadinya terus saya tertinggal jauh dari teman yang lain dalam berbagai hal. Saya memang menikmati kemalasan itu, tapi waktu yang terus berputar membuat kemalasan berbalik menjadi bumerang.

Beberapa hari ini saya coba paksakan diri untuk melakukan hal di luar kemalasan saya. Seperti: membersihkan kamar, 1 day 1 juz, membantu orang-orang, baca-baca buku kuliah, dan sebagainya. Sampai-sampai, kertas yang saya tempelkan di dinding saya baca ulang.

JIKA KAMU TIDAK SEBAIK MEREKA, KAMU CUMA PERLU BERUSAHA LEBIH KERAS UNTUK MENGEJAR MEREKA. ALLAH BERSAMAMU! 🙂

Seingat saya, quote itu saya tulis ketika menyadari betapa beda level saya dan teman-teman saya yang kuliah di sini. Di kampus saya yang lama, saya hampir tidak pernah belajar. Cuma mendengarkan apa yang dosen terangkan, dan itu yang saya jadikan patokan saat ujian. Tetapi di sini berbeda, atau mungkin saya yang sudah mulai menua ya? Di sini saya harus belajar lebih keras karena tingkat kesulitannya berbeda. Beralih dari satu kebiasaan ke kebiasaan yang lain itu tidaklah mudah. Buktinya, walau quote di atas sudah saya tuliskan jauh hari, tapi tidak pernah diterapkan.

Kenapa susah sekali istiqamah dan mencoba mengorbankan kenyamanan dan kenikmatan yang ternyata cuma sulap, semu, dan menipu. Terutama kenyamaan yang terlampau lama dan menghanyutkan. Mungkin, rasanya seperti mabuk, diangin-angin untuk tidur. Begitulah adanya.

Mungkin, jika ada orang yang bertanya kepada saya, fase hidup mana yang paling saya suka untuk dikenang, daripada fase hidup yang sekarang. Mungkin saya akan menjawab: “ketika saya mencintai orang-orang yang beriman, dan mereka pun mencintai saya.” —