Ayo Jadi Sapi

Sapi kamu!

Kontan, orang jika dikatai demikian pasti akan sangat marah. Reaksi paling respontif untuk menekan kemarahan adalah muka mereka memerah, namun ada juga yang tersenyum mendengar itu. Mungkin kebetulan mereka sedang tuli.

Kadang aku berpikir, menjadi sapi itu menarik. Aku melihat proses memamah biak yang dilakukan oleh sapi dan aku ingin menerapkannya di dalam diriku sendiri.

Pertama, sapi memakan rumput-rumputnya dan langsung memasukkannya ke dalam lambung, jika suatu ketika sapi sedang santai, dia akan memuntahkan kembali makanan itu untuk dikunyah pelan-pelan. Dengan santai sapi mengunyah rumput-rumput itu hingga halus dan memakannya kembali.

Aku berpikir, bagaimana jika hal tersebut aku terapkan di dalam proses pembelajaran?

Jadi aku merasa aku harus menelan semua pelajaran secara bulat-bulat dan mentah-mentah. Baru jika aku memiliki waktu santai, atau sebelum tidur maka pelajaran yang telah kupelajari itu kurunutkan satu-satu dan mana yang berguna akan disaring untuk ditempatkan di memori utama.

Aku kadang sering melakukan hal tersebut, namun tidak dalam hal pelajaran. Hal tersebut sering aku lakukan dalam menyikapi hidup. Aku menilai kembali apa-apa yang telah kulakukan, dialog yang terjadi sepanjang hari dan kadang aku tersentak, andai hal tersebut tidak aku lakukan. Atau andai hal tertentu tidak aku katakan.

Masalahnya adalah hal-hal yang kusikapi tersebut entah bagaimana jarang sekali memasuki memori utamaku. Karenanya kesalahan yang sama sering sekali terjadi dan terus berulang. Harap diketahui, aku memiliki kemampuan mengingat yang minimalis, karenanya untuk kelas bahasa asing, aku susah sekali menghapalkan kata-kata baru. Dan untuk matematika, aku sangat bingung dengan rumus-rumus, terkecuali jika rumus itu dijabarkan dan bagaimana konsep penemuannya.

Ayo jadi sapi! Bukan sapi beneran tetapi belajar apa yang bisa diambil hikmah dari seekor sapi.

Iqra! Bacalah! Bahkan tidak ada larangan untuk membaca sapi!