Mempelajari kesabaran itu serta keikhlasan memiliki kedalaman seluas lautan. Kesabaran tidak mengujimu dari seberapa berat penderitaanmu, namun juga menguji seberapa sanggup engkau menerima sebuah kenikmatan. Kebanyakan yang diuji dengan kesulitan berhasil lolos, namun ketika diuji dengan kenikmatan, betapa banyak yang jatuh bergelimpangan. Zuhud adalah jalan untuk tetap bersabar dalam kenikmatan.
Tuhan menguji kesabaranku dengan cinta. Dijadikan aku seorang lelaki yang pemalu. Tak pernah berani mengunggapkan cinta kepada orang-orang yang kucintai, sehingga akhirnya mereka-mereka yang kucintai itu satu per satu melangkah pergi, digandeng oleh orang-orang yang berhasil memperoleh cinta mereka.
Tuhan juga memberiku begitu banyak kecemburuan dalam hati, sehingga seseorang yang mencintaiku akan ditimpa ujian berupa kecemburuan yang sangat dariku. Mereka pun pergi karena tidak tahan dengan kecemburuanku dan berujung akulah yang harus kembali bersabar.
Aku teringat. Saat aku pertama sekali mencintai, aku pada saat itu juga patah hati. Sakit sekali. Gadis yang pertama kucintai adalah seorang gadis keturunan Tionghoa beragama Katolik. Dia adalah gadis keturunan yang paling cantik di sekolahku dulunya. Sampai saat ini, jika melewati rumahnya jantung hatiku berdebar kencang. Ternyata, aku masih menyimpan rasa.
Orang kedua yang kucintai adalah seseorang yang kusebut dengan “Sang Puteri“. Akupun tak berani berkata cinta kepadanya. Jika berpapasan dengannya aku menunduk, setunduk-tunduknya. Hatiku bergetar hebat saat melewati ruang-ruang kuliah yang terkadang ada dia. Suatu hari ketika dia ulang tahun, aku memberikan sebuah jam tangan. Aku berharap dia mengenakan walau pada kenyataannya tidak pernah digunakan. Beberapa hari setelah itu, dia telah berjalan dengan seorang lelaki yang sampai saat ini masih menjadi kekasihnya. Ketika itu aku sungguh shock. Kesabaranku kembali diuji.
“Taman Surga” adalah orang ketiga yang kucintai. Aku bertemu dengannya di warnet tempat aku biasa nongkrong, di warnetnya si Irta. Aku penasaran ingin berkenalan tetapi tidak bisa. Akhirnya aku melakukan sniffing paket-paket sampai akhirnya kuketahui, dia berbicara dengan siapa, chatting dengan siapa, dan melakukan apa-apa saja.
Akupun menyamar sebagai seorang biasa lantas kami berkenalan di dunia chatting. Dia tidak tahu bahwa aku telah tahu dia sejak lama. Dari sana, aku mulai berani menghubunginya via telepon. Kamipun berinteraksi, sampai aku katakan bahwa aku menyukainya. Sekitar jam 3 pagi dia membalas, bahwa dia juga merasakan hal yang sama. Dia adalah satu-satunya orang yang berani kuungkapkan cinta.
Namun perjalanan kami tidaklah mulus. Aku adalah sosok yang begitu cemburuan sedangkan dia adalah seseorang yang begitu rupawan. Betapa banyak lelaki mencoba masuk, dan aku tak mampu bersikap dewasa, terlebih betapa berat beban hidup yang ditanggungnya. Kamipun berakhir.
Beberapa minggu kemudian, lewat chatting kawanku mengabari bahwa dia telah berjalan dengan seseorang yang lain. Betapa hancurnya hatiku. Saat itu adalah saat terparah dari semua patah hati yang pernah aku rasakan. Perutku menjadi kejang. Hampir muntah-muntah. Sesak, begitu sesak hati ini. Hal yang bisa kulakukan saat itu cuma berzikir, tilawah dan shalat, cuma itu yang mampu menentramkan aku.
Bidadari adalah orang keempat yang kucintai. Akupun bertemu dengannya di dunia maya. Kami berinteraksi, bertelepon, dan saling memberi kabar serta solusi. Suatu hari, entah bagaimana akupun mulai menyukainya. Bahkan aku sempat berdoa agar Tuhan menjodohkan aku dengannya. Walau terkadang, aku masih sering memikirkan Taman Surga sesekali.
Namun Tuhanku bukanlah Tuhan yang suka didekte. Seingatku, aku mulai longgar dengan bidadari adalah ketika aku merasa sms-sms kami tentang mengingatkan tahajud, puasa, sudah berada di luar konteks. Ini bukan lagi sesuatu kebenaran. Aku katakan kepadanya dan dia merasakan hal yang serupa. Kami pun mulai jarang menghubungi, hingga kisah pun berlarut mulai terlupa.
Yang kutahu tentang bidadari adalah: dia tidak pernah mencintaiku, yang dicintai saat itu adalah teman masa kecilnya dulu, Aninditha.
Kemudian muncullah Bidadari Ketiga. Kami pun sering berinteraksi lewat dunia maya, sehingga entah mengapa muncul suatu rasa kebutuhan. Aku membutuhkannya, untuk mengusir jiwa-jiwa kosong dan kesepianku. Aku merasa hidup jika sudah chatting dengannya. Bisa sampai berjam-jam kami chatting. Kelakukan itu, tanpa kusadari membuat aku jatuh cinta.
Apa yang kusuka darinya? Yang kusuka adalah kesederhanaannya, kepolosannya, dan betapa inginnya dia berada di suatu jalan kebenaran. Serta mimpi-mimpinya.
Namun, kali ini pun aku harus kecewa. Dia, yang kucinta saat ini juga tidak mencintaiku. Selalu saja ada orang lain yang dicintai ketika aku mencintai orang tersebut. Namun sakit hati yang kurasakan saat ini tidaklah seburuk yang sesudah-sudah. Aku tidak tahu, apakah kadar cinta yang kurang atau aku telah berhasil ditempa oleh rasa sabar yang berkecukupan dalam cinta. Aku merasa plong saja saat aku merasa bahwa ada cinta yang lain dihatinya.
Aku memang tak pernah mengungkapkan cinta. Cukup sekali kepada Taman Surga, cinta itu kuungkapkan dengan sebenar-benarnya dengan setulus-tulusnya.
Tugasku sekarang adalah bersabar dan berikhtiar. Sesekali menduga-duga siapa kelak dia yang akan menentramkan hatiku. Apapun pilihan Tuhanku, aku wajib ikhlas, semata-mata agar Dia ridha.
Ayo bersabar! Tuhanmu tidaklah benci dan meninggalkanmu. Ada banyak rahasia dibalik setiap tempaan, agar menjadi besi yang tangguh dan kokoh, serta madani.