Boleh jadi saat ini aku sedang dalam keadaan sepenuh benci. Sangat benci. Teramat benci.
Mengapa? Mungkin itu tanyamu.
Baiklah. Akan aku jawab agar engkau merasa puas. Sepuas dahagamu saat bertemu air. Akan aku jawab, maka dengarkan baik-baik olehmu. Jangan sampai aku ulang sampai telingamu menjadi tuli oleh ulanganku. Akan aku katakan dengan keras sampai engkau tidak butuh telinga untuk mendengarkan semua ucap tuturku ini.
Aku benci karena aku menjadi asing!
Aku menjadi asing di depanmu. Terasing dari pikiranmu. Aku adalah mereka yang engkau abaikan di dalam hati. Itulah mengapa aku menjadi benci. Benci terutama tentangmu, benci untuk pernah mengetahui keberadaanmu.
Mungkin ini karma. Mereka yang mencintaiku, entah setan mana, aku jadikan asing dalam kehidupanku. Dan sekarang, aku yang mencintaimu, engkau jadikan asing di dalam kehidupanmu.
Aku butuh engkau ingat tentang aku. Aku ingin hidup di antara sisir-sisir hidupmu. Aku ingin engkau melihatku, mendengarkanku, membicarakan aku, mencium harumku, berpikir tentangku, mentasbihkan aku di dalam hatimu. Aku ingin itu.
Hatta. Engkau alpa tentang aku. Engkau asingkan aku. Campakkan aku. Nanti, baru engkau datang setelah engkau butuh akan aku. Engkau parasit sejati! Dan aku inang yang terus mendampakan rindu.
Aku yakin, hidup sudah sedemikian teramat gila. Aku yang gila tentangmu, dan engkau pun sama gila! Gilamu adalah mengasingkan aku. Terkutuk, summa-terkutuk! Aku harus mengutukmu dengan kutukan serapah yang bahkan tidak pernah didengarkan oleh anak manusia. Agar engkau sadar, dosamu itu sangat besar. Lebih besar daripada dosa Adam yang memakan buah dari pohon pengetahuan. Dosa Adam terampunkan, namun aku tidak akan mengampuni dosamu. Hingga tujuh kiamat terulang!
Ini belum usai. Kutukanku terhadapmu tak akan usai, bahkan jika tujuh lautan dijadikan tinta dan semua pohon menjadi pena.
Aku benci kamu. Sangat benci. Teramat benci.
Apa engkau tahu? Saban malam aku meminta kepada Tuhan cuma satu, jangan jadikan aku alpa di hatimu. Namun, mungkin Tuhan tidaklah sedang berada di dekat urat leherku. Jarak langit dan bumi yang teramat jauh, membuat doaku tak akan pernah sampai. Tetapi aku tidak menyerah, meminta Tuhan agar aku menjadi ada, terutama di hatimu.
Salahkah aku meminta, yang boleh jadi tidaklah seberapa. Cuma satu, agar aku tidaklah menjadi alpa. Aku tidak meminta kau lupa kepada yang lain, yang aku minta cuma agar engkau tidak melupakan aku.
Bahkan, engkaupun telah lupa dengan namaku.
Aku tidak tahu apa dosaku. Ribuan sinyal aku kirimkan, namun engkau malah acuh. Mungkin engkau anggap aku seperti setan. Ya, aku kesurupan. Engkau membuat aku kesetanan.
Darah dalam nadiku sekarang berwarna hitam. Aku menolak semua oksigen yang masuk mendekam dalam paru. Aku ucapkan kepada mereka, tidak boleh ada darah yang mengalir tanpa namamu.
Boleh jadi engkau telah lupa tentang aku. Tetapi aku, tidak akan lupa tentangmu.