Apa Kamu Tidak Malu?

Ben, apa kamu tidak malu menulis di blogmu tentang hal-hal pribadi tentang kamu?

Seorang teman pernah bertanya demikian padaku. Aku menjawab santai dengan tidak lupa memberikan senyuman khasku. “TIDAK!” Jawabku.

Hal-hal yang kuberitakan di blog ini bukanlah suatu berita besar, cuma beberapa kisah cinta, patah hati, dan hal-hal lebay lainnya yang memang aku membutuhkan aktualisasi diri. Tak mungkin aku pendam semuanya. Sebagian yang aku pendam cenderung terlupakan.

Aku tidak pernah membuat suatu diary khusus. Aku cuma memiliki sebuah blog, yang di sana aku menulis perjalanan hidupku, menulis kisah-kisah cintaku karena itu adalah bagian yang paling ingin aku kenang. Mungkin dengan berlebay-lebay bercerita di blog ini, pada suatu masa nanti aku akan kembali menelusuri setiap lembaran yang pernah aku ceritakan.

Andai temanku itu tahu, aku pernah kehilangan cinta karena blog ini.

Seseorang yang dulu kucintai ketika aku hampir mengikat kata melihat blog ini. Lantas dia memutuskan mundur, setelah kami saling mencoba memberi saling pengertian dia mulai kembali namun pada suatu masa blog ini kembali membuatnya menjadi begitu cemburu. Blog ini adalah alasan mengapa dia meninggalkan aku, walau dia mengatakan dewasalah sebagai alasan.

Memang di blog ini tidak banyak yang kuceritakan, cuma sebagian kecil. Dan terkadang aku malas juga menulis di blog ini. Ada banyak hal-hal sensitif yang ingin kutulis namun takutnya hanya akan melukai perasaan orang-orang. Entah berapa banyak orang yang terluka karena blog ini. Mereka seperti melihat bahwa blog ini memiliki kehidupan dan jiwa, padahal apa-apa yang kutuliskan adalah bersifat subjectif dan sangat relatif.

Kembali kepada pertanyaan temanku di atas, mungkin dia heran mengapa aku dengan begitu santai memberitakan hal-hal yang bersifat pribadi maksudnya. Atau mungkin mengapa aku dengan mudah dan tidak malu melukiskan perasaan-perasaan yang bergelayut di dalam hatiku. Aku sendiri tidak mengerti. Mungkin orang-orang butuh curhat, namun aku merasa blog ini adalah bagian dari curhatku. Dia diam, tidak berbicara, cuma meneruskan apa-apa yang kukata.

Namun aku sedikit demi sedikit mulai belajar untuk tidak menuliskan hal-hal yang membuat orang lain sakit hati lagi. Aku tak boleh menjadi terlalu jujur. Cukuplah kejujuran itu disimpan di dalam hati, lantas hal-hal yang sensitif yang tidak berkenan dengan pribadi seseorang yang kutuliskan di sini. Aku mungkin tak akan menuliskan lagi sesuatu ketika aku menjadi begitu membenci seseorang karena perasaan terkhianati. Aku belajar mencoba menuliskan hal-hal demikian cukup di dalam hati.

Ah, entahlah. Mungkin ini adalah pendapatku sekarang dan esok bukan jaminan tidak akan berubah.

Apa kamu tidak malu? Tidak, jawabku.