Bapakku setan. Ibuku jalang. Orang-orang bilang, aku anak haram.
Aku pernah ingin tanya, “Ibu, mengapa tidak aborsi saja?” Mengapa harus melampiaskan dendam kepada Bapak terhadapku. Mengapa pula harus selalu memakiku, menumbukkan kepalaku ke dinding, menamparku, dan menyuapi aku dengan darah yang mengalir dari bibir-bibirku yang pecah. Pernah aku ingin bertanya tentang hal itu, namun aku tak berani.
Lelaki yang disebut Bapak yang tidak aku tahu siapa dia. Kelak jika aku bertemu dengannya, aku ingin juga tanya hal yang serupa, “Bapak, mengapa tidak paksa saja Ibu aborsi. Agar aku tidak pernah lahir, agar aku tidak tersiksa.”
Anak-anak lain jika ditanya, ingin bercita-cita menjadi apa? Mereka mungkin akan riang menjawab ingin menjadi dokter, pilot, guru, atau apapun. Aku, jika ditanya hal yang serupa, aku cuma ingin jawab: aku ingin bunuh mereka.
Hari itu, umurku genap tujuh belas. Ibu memang tidak sekejam dulu, tetapi aku tetap membencinya. Wanita jalang, lacur, sundal, dia yang tega melahirkan anaknya untuk kemudian disiksa. Hukuman apa yang pantas untuk wanita seperti itu? Mati. Aku sudah berencana ingin menghabisi wanita yang tidak sudi aku panggil ibu itu. Aku benar-benar bertekad ingin membunuhnya.
Ibu memanggilku. Ada hal penting yang ingin dia bicarakan, begitu ucapnya.
Sejenak, aku heran. Entah hal apa yang lebih penting bagi dia untuk dibicarakan denganku selain makian-makian dan tamparan untuk anak jadahnya ini.
“Nama Bapakmu, Susanto.” Ucapnya datar. Matanya yang menua menerawang ke angkasa, seolah ingin membuka tabir kelam yang berusaha erat ditelan. Detik itu aku merasa heran, sekilas aku mengasihaninya di tengah lautan kebencian yang berpalung dalam.
Susanto yang dimaksud Ibu adalah seorang buruh kapal di dermaga dekat desaku. Lelaki kekar yang telah larut dimakan usia. Lelaki dengan otot-otot kekar yang telah mengendur. Lelaki beristri dengan seorang anak wanita, dua tahun di atasku, perawan, tidak begitu cantik.
Surti adalah nama anak perawan Bapakku itu. Sudah dua tahun aku memacarinya. Sekarang Surti hamil, mengandung anakku. Sebagai lelaki, aku akan bertanggung jawab. Aku sudah bilang ke Ibu tentang Surti dan aku telah bertemu dengan Susanto.
Hari ini, aku membawa Ibu bertemu dengan Bapakku itu. Hendak melamar Surti.
Cerita ini saya ikut sertakan dalam festival Ubud Writers untuk kategori kilat / fiksi mini. Tetapi, alhamdulillah TIDAK menang. Hehehehe…