Aku Hapus Pesanmu

Tadi aku membuka inbox sms di handphoneku. Di situ ada banyak sms dari “dia” yang belum lagi kuhapus, padahal kami sepertinya telah lama tidak berinteraksi. Aku melihat banyak pesan antara kami berdua. Ternyata dahulu terlalu sering ada senyum, diselingi keluh-kesah.

Namun entah kenapa aku merasa begitu bosan hari ini. Semua pesan-pesan itu kuhapuskan. Aku merasa dia tidak lagi membutuhkan aku, begitu juga sebaliknya. Takdirku terhadapnya sudah selesai. Habis telah hutang-hutangku menjadi lunas. Aku sekarang bebas.

Aku lupa. Kapan terakhir sekali kami mulai berhenti saling menyapa.

Mungkin aku sekarang agak segan terhadapnya, atau perasaan yang dulu hinggap kita telah lepas terbang entah kemana. Aku bosan. Aku bosan dengan semua rasa cemburu. Aku bosan menjadi seseorang yang terus mengejar. Aku bosan terus-menerus menjadi yang tidak dianggap. Aku bosan dengan semua itu. Aku putuskan: Aku hapus pesanmu.

Aku pernah berdiskusi dengan Bang Pmen. Dia berkata bahwa memang takdir seorang pria itu mengejar. Aku pahami itu, namun mengejar untuk berakhir selalu gagal, aku mulai menjadi bosan. Atau memang bukan saat ini untukku menjadi seorang pengejar.

Aku pernah ingat dulu, pernah ada petuah bijak: “Dari seluruh waktumu menebang pohon, pastikan setengah dari waktu itu adalah mempertajam senjatamu.” Mungkin demikian juga yang harus kulakukan. Daripada terus-menerus berusaha menepang pohon, namun aku menebang dengan kapak yang tumpul lebih baik mempertajam senjataku. Berusaha menegakkan punggungku sebagai seorang lelaki.

Sekarang aku menjadi ilfil dengannya.