Ta'aruf

Tadi aku baru bercerita tentang seseorang kepada kakakku. “Nda, menurut Anda jika seorang wanita pulang malam-malam jam 10.30 dengan seorang lelaki kira-kira apa pandangan Anda?” tanyaku.

Anda itu emang nama panggilan kakakku, aslinya bernama Nurbariah. Dia kakak kedua ku. Kami semua berempat; kak Iti (Nurfitriani), Anda (Nurbariah), kak Iir (Irhami), dan aku (Muhammad Baiquni).

“Ga bagus. Masa seorang wanita pulang malam-malam, dan dengan seorang pria lagi,” kata kakakku.

“Tapi kan kita ga tahu alasan dia pulang malam-malam, mungkin saja dia memiliki urusan penting sehingga harus pulang larut malam. Dan mungkin karena ga ada yang mengantarnya lagi makanya dia terpaksa pulang dengan lelaki. Tetapi yaaa jika pulang malam-malam itu dianggap tidak baik secara adat ketimuran,” sambungnya lagi.

Aku bertanya seperti itu karena tadi siang sekitar jam 15.00 WIB seseorang berkata padaku tentang seorang wanita.

seseorang: ben
seseorang: kemaren aq buka puasa di ajun
seseorang: pulangnya da telat
seseorang: jam 10 an lah
seseorang: pas pulang aq liat seorang wanita pulang ntah dari mana jam 10.30
baiquni: trus
seseorang: ama cowo kali
seseorang: agak panjang rambut tu cowok
seseorang: hehehe
seseorang: ada peningkatan dy pacaran
seseorang: hehehe
seseorang: udah “dewasa”
seseorang: 😀
baiquni: aku masukin blogs ya
seseorang: jeh
seseorang: jgn bawa2 nama aq
seseorang: ganti aja nama aq bole
seseorang: gmn ?
baiquni: seseorang
baiquni: kaki aku lemas
seseorang: ya iya lah
baiquni: waktu ko ngomong gitu
seseorang: kan puasa
baiquni: mungkin doa aku ga terkabul seseorang
baiquni: 🙁
baiquni: sudahlah
baiquni: semoga Allah memberikan hidayah bagi aku kamu dan semua orang seseorang
baiquni: moga hidayah yg dah dikasi ke aku juga bisa sampe ke orang laen
seseorang: ben
seseorang: doain aq jg langgeng ya hubungan aq ma pacar aq
baiquni: jangan pacaran seseorang
seseorang: doa org yg teraniaya kan mudah dikabulkan
seseorang: target paling lama 2 taon lagi aq nikah

Begitu mendengar itu, kakiku langsung lemas. Di sampingku ada bang Kholils, seseorang yang mengajari sedikit tentang politik dan mengapa kita jangan hanya menjadi simpatisan, kita harus menjadi lini depan untuk perjalanan dakwah ini.

Bang Kholils hanya terkekeh-kekeh. “Ben… Ben… Biasa aja lah Ben. Ingat, lelaki yang baik untuk wanita yang baik dan wanita yang baik untuk lelaki yang baik.”

“Iya bang, tetapi apa abang pernah jatuh cinta? Bagaimana rasanya jika seseorang yang abang cintai dari hati melakukan suatu kekhilafan. Pasti abang sedih kan?” Aku sedikit membantah.

“Kalau abang sih di takdir…” Bang Kholils nyengir. “Ya sudah, tanyakan saja sama wanita itu. Lebih baik buang saja jilbabnya.”

Aku sedikit terkejut mendengarkan kalimat tersebut. “Lho, tidak bisa begitu donk bang. Apa nabi pernah berkata kepada para munafikun: lebih baik kamu kafir aja sekalian?” Bantahku.

“Abang pernah ngomong gitu ke akhwat. Banyak yang mencaci-maki abang, tapi banyak juga yang salut. Abang kan gak ngomong supaya dia kafir. Ya buka aja jilbabnya jika kelakukannya masih seperti itu, nanti kalau sudah baik dipakai lagi.” Ujarnya.

“Ben, ga semua akhwat itu baik. Sama lah seperti kita, ga semua ikhwan itu juga baik. Banyak juga kok ikhwan-ikhwan yang gatal.”

Aku meng-iya-kan petuah-petuah bang Kholils tersebut. Ada beberapa cerita yang kudengar dari Nidya, dan apa yang pernah terjadi juga padaku. Tidak ada yang benar-benar sempurna. Manusia memiliki sesuatu yang diciptakan sebagai unit defense, pertahanan hidup. Namun terkadang unit tersebut terlalu disalahartikan. Unit itu bernama nafsu.

“Nda, apa Anda pernah jatuh cinta?” tanyaku pada kakakku.

“Pernah,” jawabnya.

“Kapan?” tanyaku lagi.

“Hmm… kapan ya? Waktu akhir-akhir SMA.”

“Apa yang anda sukai dari seorang pria?” tanyaku penasaran.

“Anda jarang liat pria dari tampangnya. Anda sering melihat dari smartnya dia.”

“Tapi itu dulu, sekarang Anda kan sudah berumur. Jadi Anda melihat seberapa dewasa dia. Anda sudah bukan ABG lagi,” lanjut Anda.

Kakakku saat ini sedang dalam prosesi ta’aruf. Baginya, untuk mencapai pernikahan bukan dengan pacaran tapi dengan ta’aruf, namun dia tidak juga bisa langsung menikah dengan seseorang. Dalam ta’aruf kita bisa mengenal kepribadian seseorang itu secukupnya yang pantas untuk dikenal dalam mengarungi bahtera rumah tangga kelak, bukan mengenal semuanya luar-dalam hingga bagian-bagian yang diharamkan sebelum menjadi halal dengan pernikahan.

Kebanyakan muda-mudi sekarang seperti itu. Kemarin entah mengapa aku iseng-iseng membuka private photo friendster orang-orang. Ada beberapa foto yang membuatku terkejut, pada satu sisi aku melihat dia menggunakan jilbab, namun pada private fotonya aku melihat sesuatu yang seharusnya tidak kulihat antara dirinya dan pacarnya.

Dalam ta’aruf tidak ada prosesi berdua-duaan di tempat sepi atau khalwat. Setiap pertemuan selalu di tempat ramai dan dihadiri oleh setidak-tidaknya seorang mahram.

“Ben, ga ada pacaran itu,” kata bang Kholils. “Yang ada hanyalah pernikahan. Pacaran itu haram dan pernikahan menghalalkan apa yang dulunya diharamkan.”

“Coba tanyakan kepada mereka, kenapa mereka berpacaran? Apa tujuannya!” Lanjut bang Kholils.

JANGAN PACARAN! LEBIH BAIK TA’ARUF. ITU LEBIH INDAH DAN LEBIH DEKAT DENGAN KEIMANAN.