Lelaki Menangis, Pantaskah?

Gimana, bisa dengar tidak dengan lagu yang dinyanyikan? Jika tidak maka kemungkinan flash Anda belum diupdate atau speaker Anda belum dihidupkan. Lagu di atas adalah lagu Gaza Tonight, sebuah lagu yang bercerita tentang keadaan Palestine.

Tahu tidak apa reaksiku setiap mendengar lagu ini disenandungkan? Menangis!

Aku menangis, air mataku meleleh. Bayanganku terjun bebas ke Palestine, tanah dimana kemerdekaan diinjak dan kebebasan terkurung. Aneh, seluruh dunia malah membela “sang monster”. Mereka yang mengagungkan hak asasi seolah lari, menutup mata, telinga, dan bisu. Tak ada yang berani berbicara lantang, mereka mengulur meminta perdamaian-perdamaian padahal sedetik yang terlewat menghabiskan nyawa manusia-manusia Palestine. Mereka tidak mampu pongah seperti ketika WTC rubuh menjadi abu, menunjukkan semua orang teroris dan membangun kubah iblis di Guantanamo.

Aku menangis, air mata ini banjir membasahi keramik-keramik lantai rumahku. Namun air mataku tak akan pernah cukup, tak hanya mampu dengan air mata. Air mata tak akan berarti, tak akan membuat rasa sakit Palestine berkurang, sama sekali tidak.

Kita masih mampu tertawa, berkelakar dan cerita. Kita masih saja mampu meninggalkan shalat kita, dan mengurangi amalan-amalan sunnah kita, padahal di ujung sana saudara kita sedang dicerabut kebebasannya dan sedang dizalimi. Mereka sedang dalam pembantaian.

Pernahkah terbayang bagaimana api-api menghiasi langit kemudian bangunan-bangunan hancur roboh di malam hari? Atau ketika anak-anak kita, sahabat, kakak, ibu, ayah kita dalam pembantaian itu. Bagaimana anak-anak meraung ketakutan. Namun dunia serasa tak peduli. Mereka yang menyebut diri sebagai seadil-adil kaum menjadi bungkam. Bahkan Arab tak berkutik.

Masih saja kita bebas membeli produk-produk mereka, tanpa rasa beban di hati. Masih saja kita menyumbangkan uang-uang kita untuk membunuhi saudara-saudara kita sendiri. Masih tidak punya hatikah kita?

Lelaki menangis, pantaskah?

Amat sangat pantas seorang lelaki menangis. Ketidakberdayaannya membantu mereka, betapa dia begitu jauh dari Tuhannya, betapa segala hal menjadi membingungkan. Kita masih saja angkuh, angkuh dengan diri kita sendiri, angkuh dengan Tuhan kita. Dan masih saja tertawa.

Lelaki, menangislah. Sadari betapa lemahnya dirimu, dan berjuanglah. Bangkit dan tegaklah. Berjalanlah dengan menunduk dan tegarkan hatimu, suatu hari mereka akan kita patahkan, ketika Mahdi turun dan Isa datang. Namun haruskah kita menunggu waktu yang tak menentu itu?

Lelaki, menangislah. Tangisilah mengapa dirimu masih begitu lemah. Tangisilah bagaimana dirimu masih saja merasa bangga dan mampu tertawa padahal saudaramu sedang terkepung, kelaparan, dan dihujani bom-bom yang begitu menggelegar. Maka pantaslah engkau menangis wahai lelaki, menangisi ketidakberdayaanmu itu. Maka menangislah dengan menyebut nama Tuhanmu dengan teriakan atau erangan.

Sampai berapa lama tangisan akan terus terurai? Lelaki jawablah.

Di sini, di malam hari, ketika waktu menunjukkan waktu 3.14 WIB, di malam Jumat, di dalam kepungan lagu “Gaza Tonight”, seorang lelaki sedang menangis. Pantaskah?